Tampilkan postingan dengan label wira nata. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label wira nata. Tampilkan semua postingan

asuhan keperawatan CVA Bleeding


PENDAHULUAN

      Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan penyakit neurologik yang  sering  dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke meru pakan kelainan fungsi otek yang timbul  mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak  dan bisa terjadi  pada siapa saja dan kapan saja.
      Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak.
      Di seluruh dunia, angka kejadian rata-rata stroke sekitar 180  per 100.000 per tahun (0,2 %) dengan angka prevalensi 500-600 per 100.000 (0,5 %).
      Pada kenyataannya banyak pasien yang datang ke RS dalam keadaan kesadaran yang menurun (coma). Keadaan seperti ini  memerlukan penanganan dan perawatan yang bersifat : umum, khusus, rehabilitasi serta rencana pemulangan  kliean.
      Perawatan umum klien  terdiri dari  perawatan 6 B dan perawatan fungsi luhur. Tahap rehabilitasi  bertujuan  mengembangkan fungsi tubuh secara utuh serta mencapai derajat  kwalitas seperti sebelum sakit.
Mengetahui keadaan tersebut diatas maka peran perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain sangat dibutuhkan baik masa akut, atau sesudahnya. Usaha yang dapat dilaksanakan mencakup pelayanan kesehatan secara menyeluruh, mulai promotif, preventif, kuratif sampai dengan rehabilitasi.

CVA BLEEDING (STROKE HEMORAGIK)

DEFINISI
Gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan aleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (beberapa detik) atau secara cepat (beberapa jam) timbul gejala dan tanda  yang sesuai dengan daerah fokal diotak yang terganggu (Djunaedi W, 1992).
Menurut Hudak dan Gallo dalam bukunya perawatan kritis CVA hemoragik  memulai awitan yang mendadak  dan berlangsung 24 jam sebagai akibat cerebrovaskuler desease.

ANATOMI DAN FISIOLOGIS OTAK
      Otak adalah organ tubuh yang kecil, akan tetapi memegang peranan penting, sehingga alat tubuh ini perlu dilindungi dengan kokoh dan disimpan dalam tempurung kepala yang keras.
Didalam otak terdapat berjuta-juta sel otak yang terdiri dari neuron dan glia. Tranmisi informasi dalam sel-sel  neuron berbentuk impuls listrik. Sel-sel neuron berhubungan melalui celah tipis yang disebut sinap. Jika impuls berlanhsung dalam suatu neuron, sel neuron tersebut akan melepaskan neurotransmiter ke dalam celah sinap. Neurotransmiter ini dapat merangsang atau menghambat impuls dalam sel-sel neuron yang dihubungi.
     Lapisan luar otak (korteks) mempunyai peran yg sangat canggih, mulai dari mengontrol gerakan, pemrosesan indra, berpikir, berbahasa, merencanakan, mengingat, emosi dan fungsi kognitif lainnya. Terdapat dua belahan (hemisfer) otak kiri dan kanan. Masing – masing hemisfer terdiri dari lobus frontalis, paretalis, temporalis, oksipitalis dan bagian-bagian otak lainnya. Kedua belahan otak tersebut dihubungkan oleh korpus kolosum, yaitu  sekumpulan serabut-serabut saraf yang menyampaikan informasi timbal balik antara kedua hemisfer otak.
       Sel-sel motorik dilobus frontalis mengontrol gerakan-gerakan volunter dari otot-otot tubuh secara menyilang. Jika lobus frontalis kanan mengalami kerusakan, maka dapat terjadi kelumpuhan (hemiplegi) pada sisi kiri, dan sebaliknya. Di lobus frontalis terdapat pula pusat bahasa ekspresif dan fungsi intelektual. Gangguan pada pusat ini mengakibatkan seseorang kesulitan mengespresikan maksud atau keinginannya dengan menggunakan bahasa (afasia motorik), serta mengalami gangguan fungsi intelektual.
      Sel-sel somatosensorik dilobus parietalis menerima dan memproses sinyal-sinyal sensorik (perasa) dari sisi tubuh kontralateral. Gangguan fungsi otak lobus parietalis kanan dapat mengakibatkan seseorang merasa kesemutan (parestesia), rasa tebal (hiperstesia), hilang rasa atau gangguan-gangguan sensorik lainnya pada sisi tubuh sebelah kiri. Begitu pula sebaliknnya.
       Sel-sel neuron kortek auditorik dilobus temporalis menerima dan memproses sinyal-sinyal pendengaran dari telinga. Sedangkan daerah proyeksi olfaktorik berhubungan dengan fungsi penghidu.  Selain itu di lobus temporalis terdapat pula pusat bahasa perseptif. Gangguan pada pusat bahasa ini dapat mengakibatkan seseorang tidak bisa memahami pembicaraan orang lain ( afasia sensoris ).
       Sel-sel korteks visual di lobus oksipitalis menerima dan memproses sinyal-sinyal peglihatan dari retina mata. Lesi di lobus oksipitalis mengakibatkan seseorang kehilangan separo lapang pandangan.
Otak mendapat darah dari 2 (dua) pembuluh darah besar: karotis ( sirkulasi anterior) dan vertebra ( sirkulasi posterior ). Otak akan berfungsi dengan baik bila peredaran darahke otak berlangsung baik, sehingga O2 dan glokosa sebagai sumber energi otak tetap terjamin.
Dua ( 2 ) pembuluh darah besar pada otak tersebut membentuk anastomose pada dasar otak yaitu sirkulasi willisi ( area dimana percabangan  arteri basiler dan koratis internal bersatu ). Hampir 20% dari volume darah dalam tubuh berada di otak dan otak menggunakan seperlima dari O2 yang dihirup melaui paru-paru.

PATOFISIOLOGI  
Ada dua bentuk CVA bleeding:
1.      Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum.
Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
2.      Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid.
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia danlain-lain).

Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 %  dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.



























PROSES KEPERAWATAN PADA KLIEN STROKE HEMORAGIK



I.                  PENGKAJIAN

1.     Identitas klien
Nama                      : Tn. Hr.
Usia                        : 74 tahun
Jenis kelamin          : Laki-laki
Alamat                    : Lasem 86 Surabaya
Status perkawinan  : Kawin
Agama                    : Kristen
Pendidikan              : SMA
Pekerjaan                : Purnawirawan
Suku/bangsa           : bugis/Indonesia        
Dx Medis                : CVA Bleeding
Tgl MRS                 : 27-5-2001
Tgl Pengkajian        : 11-6-2001

Keluhan utama :
Klien mengeluh pusing

2.     Riwayat Keperawatan
2.1                Riwayat penyakit sebelumnya
Klien pernah MRS di RS Bubutan dengan hipertensi (pada usia 50 tahun). Pada tahun 1995 klien MRS dengn stroke sembuh hanya kaki kiri berjalan agak diseret.
2.2                Riwayat penyakit sekarang
Sejak hari jum’at tagl 25/5-2001 klien panas mendadak, kemudian muntah lebih kurang 2-3 kali, warna putih berupa riak, pasien mengeluh pusing, dan kemudian sering mengigau. Klien dibawa ke RSUD Dr soetomo dan MRS.
2.3                Riwayat kesehatan keluarga
Dalam keluarga klien tidak ada yang menderita kencing manis, menurut keluarga klien anak klien yang ke 4 menderita hipertensi.
Genogram tidak terkaji karena klien menderita afasia.
3.     Observasi dan pemeriksaan fisik
3.1. Keadaan umum klien :  klien tampak lemah, cenderung untuk   tidur.
3.2. Tanda-tanda vital :
-   suhu : 37  C per axilla
-   Nadi  : 88 x/mnt teratur, kuat
-   Tensi : 150/100x/mnt dilengan kiri, posisi tidur
-   RR     : 20 x/mnt teratur
             3.3. Body of sistem
a.     Pernafasan (B1 : Breathing )
Hidung : kebersihan cukup, tampak terpasang sonde, tidak ada polip
Dada : bentuk simetris kanan kiri, tidak ada retraksi otot bantu pernafasan, terdapat ronchi di seluruh lapangan paru, batuk produktif,  irama pernafasan teratur, nafas dangkal.


                 b.  Cardiovascular (B2 : Bleeding )
           Terdapat ictus cordis di antara ICS IV-V (secara inspeksi), suara jantung normal,  Capilarry refill  < 3 detik, tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada oedem.
c.      Persyarafan (B3 : Brain )
Kesadaran compos mentis, GCS : 4,5,6 kuantitatif.
Kepala : bentuk oval, wajah tampak miring ke sisi kanan,
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, gerakan bola mata mampu mengikuti perintah, visus tidak terkaji karena klien biasa menggunakan alat bantu kaca mata.
Pendengaran : fungsi agak menurun.
Mulut : terdapat kesulitan menelan, mulut kebersihan kurang, terdapat penumpukan ludah dan lendir, bibir tampak kering, terdapat afasia.
Leher : tidak terdapat pembesaran pada leher, tidak tampak pembesaran vena jugularis, tidak terdapat kaku kuduk.
Persepsi sensoris ( pengecapan tidak terkaji karena klien terpasang sonde,       perabaan dingin panas tidak ada kelainan pada ekstremitas kanan ).
d.     Perkemihan – Eliminasi urine ( B4 : bladder )
Klien terpasang kondom kateter, kebersihan cukup, produksi urin 1950 ml/hari, warna kuning jernih, tidak ada distensi pada vesika urinaria.



e.      Pencernaan – eliminasi alvi ( B5 : Bowel )
Terdapat gangguan menelan, saat ini klien terpasang sonde, sudah pernah dicoba makan peroral tapi klien belum bisa menelan, Sebelum MRS konsumsi makan hanya setengah porsi, makan 3x/hari, jenis nasi, sayur, lauk, kebiasaan makan pagi, siang, malam.
Abdomen : tidak terdapat acites, turgor menurun, peristaltik usus normal, bising usus positif, tidak ada scibala.
Rectum : Rectal to see negatif.   
BAB : Kebiasaan di rumah klien BAB 2 hari sekali, saat ini sudah 3 hari klien belum BAB.
f.       Tulang – otot – integumen ( B6 : bone )
Kemampuan pergerakan sendi : klien mengeluh kesakitan pada kaki kiri saat dilatih gerak pasif. Kaki kiri droop foot, terdapat kelemahan otot pada ektremitas atas dan bawah sebelah kiri.kekuatan otot..
Kulit : Warna kulit coklat sawo matang, terdapat luka dekubitus pada punggung sebelah kiri, keadaan bersih, lebar + 3cm, agak kering. Turgor menurun, akral kulit hangat.
g.     Sistem endokrin
Klien tidak mempunyai gangguan endokrin.
h.     Sistem hematopoitik
Klien tidak mempunyai riwayat kelainan sistem hematopoitik.


i.       Reproduksi
Klien laki-laki, mempunyai anak 6 laki-lai 4 dan perempuan 2.
j.       Psikososial
Pola persepsi dan konsep diri : sulit dikaji karena klien afasia dan kadang-kadang saat dikaji klien bicara tidak terarah (ngelantur).
Sosial/interaksi : Saat interaksi klien nampak kooperatif, dukungan keluarga sangat besar, setiap hari klien ditunggui oleh istrinya dan kadang-kadang bergantian dengan anak dan adik angkatnya.
k.     Spiritual
Menurut keluarga klien klien beragama kristen taat beribadah dan menganggap bahwa penyakit yang diderita klien merupakan cobaan yang harus dihadapi.
l.       Pemeriksaan penunjang :
Rongten : tgl 7-6-2001
-      Pulmo : tampak infiltrat interstisiil pada kedua lapangan paru, dengan penebalan peri hiller.
-      Kesimpulan : Cardiomegalli dengan oedem pulmonum. CTR 62 %.
CT scan :
 Tampak area hiperdens dipara ventrikel lateral kiri.

  Kesimpulan : ICH paraventrikel lateral kiri

                            IVH dan brain atropi sedang


Laborat :tgl 7-6-2001

-      leukosit : 25/ ml (+)
-      protein  : 75 mg/dl (+)
-      DL, Hb : 13,7 gr/dl ( N : 13,4 – 17, 7 gr/dl)
-      LED : 110 mm/l (N : < 15 )
-      Leukosit : 6700 x 10  /dl (N : 4,7 – 10,3)
-      Trombosit : 176 x 10  /l (N : 150 – 350)
m.  Terapi
Tanggal 11-5-2001
IVFD RL 500 cc/24 jam
Cimetidin 1ampul
Cefotaxim 2 x 500 mg
Lasix 1 amp/hari
B1, B6, B12 2xa amp
Captopril      3x25 mg
ISDN            2x 5 mg
HCT            ¼ - 0 – 0
Bisolvon      3 x 1 amp
-         sonde : 6 x 250 cc
-         fisioterapi     







ANALISA DATA

1.     DS : Klien mengeluh pusing
DO : T : 150/100 mm Hg, N : 100 x/mnt.
         CT scan : ICH periventrikel lateral, IVH dan brain atropi sedang
     Kemungkinan penyebab :
     Bertambahnya volume intra kranial akibat dari perdarahan otak
     Masalah :
     Tekanan intra kranial

2.     DS : Keluarga klien mengungkapkan klien pernah dicoba makan peroral tapi belum bisa.
DO : Klien makan menggunakan sonde, Diit cair 6 x 250cc/hari, turgor menurun GCS : 4,5,6, reflek menelan terganggu, BB : 63 Kg, TB : 174 cm, tampak lemah.
Kemungkinan penyebab :
Kelemahan otot menelan
Masalah :
Nutrisi

3.     DS : Klien berteriak kesakitan saat kaki kiri digerakkan secara pasif
DO : Terdapat kelumpuhan pada ektremitas sebelah kiri, tampak lemah ADL dibantu kekuatan otot…..         , drop foot
Kemungkinan penyebab :
Paralisis
Masalah :
Mobilisasi
4.     DS : Klien mengeluh nyeri kepala
DO : Terdapat penurunan rangsang raba,rasa, kecap
          Bicara ngelantur
          Tampak marah jika kelelahan
Kemungkinan penyebab :
Transmisi sekunder terhadap trauma neurologis
Masalah :
Perubahan persepsi sensoris
5.     DS : -
DO : GCS 4,5,6
         RR : 20 x/mnt
          Ronchi : terdapat diseluruh lapangan paru
          Terdapat produk mukus yang berlebihan pada mulut
          Terjadi penurunan reflek menelan dan batuk
          Mulut tampak kotor
          Ro” : tampak infiltrat interstisiil pada lapangan paru
Kemungkinan penyebab :
Menurunnya reflek batuk
Masalah :
Bersihan jalan nafas

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.     Resiko peningkatan TIK mendadak b.d  meningkatnya volume intrakranial
2.     Gngguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d kelemahan otot menelan
3.     Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif b.d  menurunnya reflek batuk
4.     Kerusakan mobilitas fisik b.d kelumpuhan anggota gerak
5.     Perubahan persepsi sensorik b.d gangguan transmisi sekunder terhadap trauma neurologis
6.     Resiko perubahan eliminasi (konstipasi) b.d menurunnya tonus otot mengejan dan tirah baring.

RENCANA TINDAKAN
1.     Resiko peningkatan TIK mendadak b.d bertambahnya volume intracranial
Tujuan : tidak terjadi peningkatan TIK pada klien dalam waktu 3x24 jam
Kriteria : - Klien tidak gelisah, Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah, GCS : 4,5,6, tidak terdapat pupil edema.
INTERVENSI :
1.     Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan keluarga tentang sebab-akibat TIK meningkat.
R/ Meningkatkan kerjasama dalam meningkatkan perawatan klien dan mengurangi kecemasan.
2.     Pertahankan posisi 30 dan kurangi manipulasi yang berlebihan
R/ Dengan posisi 30 mempengaruhi sirkulasi darah otak sehingga dapat menghindari peningkatan TIK
3.     Anjurkan klien untuk bedrest total
R/Stimulasi yang kontinyu dapat meningkatkan TIK
4.     Cegah/hindarkan terjadinya valsava manuver
R/ mengurangi tekanan intratorakal dan intraabdominal sehingga menghindari peningkatan TIK
5.     Observasi status neurologi
R/ Perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan berguna menentukan lokaso dan perkembangan penyakit
6.     Obsevasi tanda vital tiap 4 jam
R/ adanya peningkatan tensi, bradicardi dysritmia, dyspneu merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK
7.     Kolaborasi :
-         pemberian O2 sesuai indikasi
R/ hipoksia menyebabkan vasodelatasi cerebral dan meningkatkan terbentuknya edema serebri.
                      
2.     Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d  kelemahan otot menelan
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dalam waktu 7x24 jam
Kriteria : Turgor baik, intake dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat kemampuan menelan, sonde dilepas, BB meningkat 1kg.
INTERVENSI  :
1.     Observasi texture, turgor kulit
R/ mengetahui status nutrisi klien
2.     lakukan oral hygiene
R/ kebersihan mulut merangsang nafsu makan
3.     observasi intake out put
R/ mengetahui keseimbangan nutrisi klien
4.     observasi posisi dan keberhasilan sonde
R/ untuk menghundari resiko infeksi / iritasi
5.     Kolaborasi:
-         pemberian diet / sonde sesuai jadual
R/ membantu memenuhi kebutuhan nutrisi klien karena klien terjadi penurunan reflek menelan
3.     Kerusakan mobilitas fisik b.d kelumpuhan anggota gerak
Tujuan : kerusakan mobilitas fisik dapat membaik selama dalam perawatan
Kriteria : Klien mampu menggerakkan extremitas kiri secara minimal, tidak terjadi kontraktur sendi, klien mampu mempertahankan posisi seoptimal mungkin
INTERVENSI:
1.     koreksi tingkat kemampuan mobilisasi dengan skala 0 – 4
R/ memantau tingkat ketergantungan klien serta mengobservasi fungsi sensorik – motorik
2.     pertahan posisi klien dalam letak anatomis dengan memberi ganjal bantal sewaktu posisi miring
R/ mencegah terjadinya kontraktur
3.     jelaskan pada klien tentang mobilisasi pasif
4.     lakukan mobilisasi pasif pada kedua extremitas
R/ mengurangi atropi otot, meningkatkan sirkulasi, mencegah kontraktur
5.     ubah posisi dengan mengangkat sisi yang tidak berfungsi
R/ merangsang perfusi pada sisi yang lumpuh

6.     lakukan masage, kompres hangat, perawatan kulit.
R/ merangsang vasodilatasi untuk memperlancar peredaran darah
7.     kolaborasi
-         pertahankan terpai B1
R/ merangsang pertumbuhan otot dan sel
-         dengan fisioterapi
R/ untuk menentukan program yang ideal menuju pemulihan

4.     Resiko bersihan jalan napas tidak efektif b.d menurunnya reflek batuk
Tujuan : tidak terjadi gangguan pada bersihan jalan napasklien dalam waktu 7 x 24 jam
Kriteria: RR teratur, tidak ada stridor, ronchi, whezing, RR: 16 – 20 x / mnt, reflek batuk klien ada.
INTERVENSI:
1.     observasi kecepatan, kedalaman dan suara napas klien
R/ kecepatan pernapasan menunjukkan adanya upaya tubuh untuk memenuhi kebutuhan O2
2.     lakukan suction dengan ekstra hati-hati bila terdengar stridor
R/reflek batuk yang menurun menyebabkan hambatan pengeluaran sekret
3.     pertahankan posisi ½ duduk , tidak menekan ke salah satu sisi
R/ ventilasi lebih mudah bila posisi kepala dalam posisi netral, penekanan ke satu titik menyebabkan peningkatan TIK.
4.     lakukan chest fisioterapi
R/ claping dan vibrating merangsang cilia bronkus untuk mengeluarkan sekret
5.     jelaskan pada keluarga tentang perubahan posisi tiap 2 jam sekali

KMB Integument

bagi para agan-agan yang kena penyakit kulit ne penjelasn tentang penyakit kulit dari negeri panu ampe herpes ato ampe kolat.......wkwkwkwkkw

checkckidotzzz.......

d. Tidak terjadi pruritis (gatal) PENDAHULUAN
Jamur merupakan salah satu mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia. Penyakit yang disebabkan jamur pada manusia disebut mikosis, yaitu mikosis superficial dan mikosis sistemik. Mikosis superfisial merupakan mikosis yang menyerang kulit, kuku, dan rambut terutama disebabkan oleh 3 genera jamur, yaitu Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton. Sedangkan mikosis sistemik merupakan mikosis yang menyerang alat-alat dalam, seperti jaringan sub-cutan, paru-paru, ginjal, jantung, mukosa mulut, usus, dan vagina.
Beberapa jenis mikosis superfisial antara lain sebagai berikut.
1.1   Tinea capitis
Merupakan infeksi jamur yang menyerang stratum corneum kulit kepala dan rambut kepala, yang disebabkan oleh jamur Mycrosporum dan Trichophyton. Gejalnya adalah rambut yang terkena tampak kusam, mudah patah dan tinggal rambut yang pendek-pendek pada daerah yang botak. Pada infeksi yang berat dapat menyebabkan edematous dan bernanah.
2.1   Tinea favosa
Merupakan infeksi pada kulit kepala, kulit badan yang tidak berambut dan kuku. Penyebabnya adalah Trichophyton schoenleinii. Gejalnya berupa bintik-bintik putih pada kulit kepala kemudian membesar membentuk kerak yang berwarna kuning kotor. Kerak ini sangat lengket daln bila diangkat akan meninggalkan luka basah atau bernanah.
3.1   Tinea barbae
Merupakan infeksi jamur yang menyerang daerah yang berjanggut dan kulit leher, rambut dan folikel rambut. Penyebabnya adalah Trichophyton mentagrophytes, Trichophyton violaceum, Microsporum cranis.
4.1   Dermatophytosis (Tinea pedis, Athele foot)
Merupakan infeksi jamur superfisial yang kronis mengenai kulit terutama kulit di sela-sela jari kaki. Dalam kondisi berat dapat bernanah. Penyebabnya adalah Trichophyton sp.
5.1   Tinea cruris
Merupakan infeksi mikosis superfisial yang mengenai paha bagian atas sebelah dalam. Pada kasus yang berat dapat pula mengenai kulit sekitarnya. Penyebabnya adalah Epidermophyton floccosum atau Trichophyton sp.
6.1   Tinea versicolor (panu)
Merupakan mikosis superfisial dengan gejala berupa bercak putih kekuning-kuningan disertai rasa gatal, biasanya pada kulit dada, bahu punggung, axilla, leher dan perut bagian atas. Penyebabnya adalah Malassezia furtur.
7.1   Tinea circinata (Tinea corporis)
Merupakan mikosis superfisial berbentuk bulat-bulat (cincin) dimana terjadinya jaringan granulamatous, pengelupasan lesi kulit disertai rasa gatal. Gejalanya bermula berupa papula kemerahan yang melebar.
8.1   Otomycosis (Mryngomycosis)
Merupakan mikosis superfisial yang menyerang lubang telinga dan kulit di sekitarnya yang menimbulkan rasa gatal dan sakit. Bila ada infeksi sekunder akan menjadi bernanah. Penyebabnya adalah Epidermophyton floccosum dan Trichophyton sp.





ASUHAN KEPERAWATAN TINEA KRURIS

1)     DEFINISI Tinea adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya lapisan terataspada kulit pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan golongan jamur dermatofita(jamur yang menyerang kulit). Tinea kruris sendiri merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur pada daerah genitokrural (selangkangan), sekitar anus, bokong dan kadang-kadangsampai perut bagian bawah.Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar anus. Kelainan inidapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsun seumurhidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerahgenito-krural saja atau bahkan meluas ke daerahsekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain. Tinea crurismempunyai nama lain eczema marginatum, jockey itch, ringworm of the groin, dhobie itch(Rasad, Asri, Prof.Dr. 2005)Tinea cruris adalah infeksi dari permukaan kulit yang mempengaruhi daerah pangkal paha,termasuk alat kelamin , daerah kemaluan dandaerah perianal . Hal ini terutama mempengaruhiorang-orang dan dominan cuaca hangat dan lembab.

2)     ETIOLOGI

Penyebab utama dari tinea cruris Trichopyhton rubrum (90%) danEpidermophython fluccosumTrichophyton mentagrophytes (4%), Trichopyhton tonsurans (6%) (Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003)Pria lebih sering terkena daripada wanita. Maserasi dan oklusi kulit lipat paha menyebabkanpeningkatan suhu dan kelembaban kulit yang akan memudahkan infeksi. Tinea kruris biasanyatimbul akibat penjalaran infeksi dari bagian tubuh lain. Penularan juga dapat terjadi melaluikontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak langsung melalui benda yangmengandung jamur, misalnya handuk, lantai kamar mandi, tempat tidur hotel dan lain-lain.

3)     EPIDEMIOLOGI
Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak di daerah tropis. Angka kejadianlebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki dibandingkan perempuan. Tidak adakematian yang berhubungan dengan tinea cruris.Jamur ini sering terjadi pada orang yangkurang memperhatikan kebersihan diri atau lingkungan sekitar yang kotor dan lembab
4)     PATOFISIOLOGI
Cara penularan jamur dapat secara angsung maupun tidak langsung. Penularan langsung dapatsecara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari manusia, binatang, atau tanah.Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, pakaian debu.Agen penyebabjuga dapat ditularkan melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk atau spreipenderita atau autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan tinea manum. Jamur inimenghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat memudahkan invasi kestratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya didalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi ke jaringanepidermis dan menimbulkan reaksi peradangan. Pertumbuhannya dengan pola radial distratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan meninggi(ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi suatu reaksiperadangan.Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah:
a.  Faktor virulensi dari dermatofitaVirulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik, zoofilik, geofilik. Selainafinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu dengan yang lain dalam hal afinitasterhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh misalnya: Trichopyhton rubrum jarangmenyerang rambut, Epidermophython fluccosum paling sering menyerang liapt paha bagiandalam.
b.  Faktor  trauma Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.
c.  Faktor suhu dan kelembapanKedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada lokalisasi ataulokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela jari paling sering terserangpenyakit jamur.d. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat insiden penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah sering ditemukan daripadagolongan ekonomi yang baik e. Faktor umur dan jenis kelamin

5)     Manifestasi klinis

a.      Anamnesis
Keluhan penderita adalah rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis dan dapat meluas ke sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke supra pubis dan abdomen bagian bawah. Rasa gatal akan semakin meningkat jika banyak berkeringat. Riwayat pasien sebelumnya adalah pernah memiliki keluhan yang sama. Pasien berada pada tempat yang beriklim agak lembab, memakai pakaian ketat, bertukar pakaian dengan orang lain, aktif berolahraga, menderita diabetes mellitus. Penyakit ini dapat menyerang pada tahanan penjara, tentara, atlit olahraga dan individu yang beresiko terkena dermatophytosis.
b.      Pemeriksaan Fisik
Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan sekunder. Makula eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari papula atau pustula. Jika kronis atau menahun maka efloresensi yang tampak hanya makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai likenifikasi. Garukan kronis dapat menimbulkan gambaran likenifikasi.
Manifestasi tinea cruris :
1.       Makula eritematus dengan central healing di lipatan inguinal, distal lipat paha, dan proksimal dari abdomen bawah dan pubis
2.       Daerah bersisik
3.       Pada infeksi akut, bercak-bercak mungkin basah dan eksudatif
4.       Pada infeksi kronis makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai likenifikasi
5.       Area sentral biasanya hiperpigmentasi dan terdiri atas papula eritematus yang tersebar dan sedikit skuama
6.       Penis dan skrotum jarang atau tidak terkena
7.       Perubahan sekunder dari ekskoriasi, likenifikasi, dan impetiginasi mungkin muncul karena garukan
8.       Infeksi kronis bisa oleh karena pemakaian kortikosteroid topikal sehingga tampak kulit eritematus, sedikit berskuama, dan mungkin terdapat pustula folikuler
9.       Hampir setengah penderita tinea cruris berhubungan dengan tinea pedis (Wiederkehr, Michael. 2008).

6)     PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan mikologik untuk membantu penegakan diagnosis terdiri atas pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis berupa kerokan kulit yang sebelumnya dibersihkan dengan alkohol 70%.

1.      Pemeriksaan Dengan Sediaan Basah
Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% → kerok skuama dari bagian tepi lesi dengan memakai scalpel atau pinggir gelas → taruh di obyek glass → tetesi KOH 10-15 % 1-2 tetes → tunggu 10-15 menit untuk melarutkan jaringan → lihat di mikroskop dengan pembesaran 10-45 kali, akan didapatkan hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit yang lama atau sudah diobati, dan miselium
2.      Pemeriksaan Kultur Dengan Sabouraud Agar
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada medium saboraud dengan ditambahkan chloramphenicol dan cyclohexamide (mycobyotic-mycosel) untuk menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan. Identifikasi jamur biasanya antara 3-6 minggu (Wiederkehr, Michael. 2008)
3.      Punch biopsi
Dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis namun sensitifitasnya dan spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan Peridoc Acid–Schiff, jamur akan tampak merah muda atau menggunakan pengecatan methenamin silver, jamur akan tampak coklat atau hitam (Wiederkehr, Michael. 2008).
4.      Penggunaan lampu wood bisa digunakan untuk menyingkirkan adanya eritrasma dimana akan tampak floresensi merah bata(Wiederkehr, Michael. 2008).

Pada infeksi tinea cruris tanpa komplikasi biasanya dapat dipakai anti jamur topikal saja dari golongan imidazole dan allynamin yang tersedia dalam beberapa formulasi. Semuanya memberikan keberhasilan terapi yang tinggi 70-100% dan jarang ditemukan efek samping. Obat ini digunakan pagi dan sore hari kira-kira 2-4 minggu. Terapi dioleskan sampai 3 cm diluar batas lesi, dan diteruskan sekurang-kurangnya 2 minggu setelah lesi menyembuh. Terapi sistemik dapat diberikan jika terdapat kegagalan dengan terapi topikal, intoleransi dengan terapi topikal. Sebelum memilih obat sistemik hendaknya cek terlebih dahulu interaksi obat-obatan tersebut. Diperlukan juga monitoring terhadap fungsi hepar apabila terapi sistemik diberikan lebih dari 4 mingggu.Pengobatan anti jamur untuk Tinea cruris dapat digolongkan dalam emapat golongan yaitu: golongan azol, golongan alonamin, benzilamin dan golongan lainnya seperti siklopiros,tolnaftan, haloprogin. Golongan azole ini akan menghambat enzim lanosterol 14 alpha demetylase (sebuah enzim yang berfungsi mengubah lanosterol ke ergosterol), dimana truktur tersebut merupakankomponen penting dalam dinding sel jamur. Goongan Alynamin menghambat keja dari squalen epokside yang merupakan enzim yang mengubah squalene ke ergosterol yang berakibat akumulasi toksik squalene didalam sel dan menyebabkan kematian sel. Dengan penghambatan enzim-enzim tersebut mengakibatkan kerusakan membran sel sehingga ergosterol tidak terbentuk. Golongan benzilamin mekanisme kerjanya diperkirakan sama dengan golongan alynamin sedangkan golongan lainnya sama dengan golongan azole. Pengobatan tinea cruris tersedia dalam bentuk pemberian topikal dan sistemik:

Obat secara topikal yang digunakan dalam tinea cruris adalah:
1. Golongan Azol
a. Clotrimazole (Lotrimin, Mycelec)
                                Merupakan obat pilihan pertama yang digunakan dalam pengobatan tinea cruris karena bersifat broad spektrum antijamur yang mekanismenya menghambat pertumbuhan ragi dengan mengubah permeabilitas membran sel sehingga sel-sel jamur mati. Pengobatan dengan clotrimazole ini bisa dievaluasi setelah 4 minggu jika tanpa ada perbaikan klinis. Penggunaan pada anak-anak sama seperti dewasa. Obat ini tersedia dalam bentuk kream 1%, solution, lotion. Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Tidakada kontraindikasi obat ini, namun tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukan hipersensitivitas, peradangan infeksi yang luas dan hinari kontak mata.

b. Mikonazole (icatin, Monistat-derm)
                                Mekanisme kerjanya dengan selaput dinding sel jamur yang rusak akanmenghambat biosintesis dari ergosterol sehingga permeabilitas membran sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Tersedia dalam bentuk cream 2%, solution, lotio, bedak. Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Penggunaan pada anak sama dengan dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.

c. Econazole (Spectazole)
                                Mekanisme kerjanya efektif terhadap infeksi yang berhubungan dengan kulit yaitu menghambat RNA dan sintesis, metabolisme protein sehingga mengganggu permeabilitas dinding sel jamur dan menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ecnazole dapat dilakukan dalam 2-4 minggu dengan cara dioleskan sebanyak 2kali atau 4 kali dalam sediaan cream 1%.. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.

d. Ketokonazole (Nizoral)
                                Mekanisme kerja ketokonazole sebagai turunan imidazole yang bersifat broad spektrum akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ketokonazole dapat dilakukan selama 2-4 minggu. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.

e. Oxiconazole (Oxistat)
                                Mekanisme oxiconazole kerja yang bersifat broad spektrum akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan oxiconazole dapat dilakukan selama 2-4 minggu. Tersedia dalam bentk cream 1% atau bedak kocok. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun penggunaan sama dengan orang dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas dan hanya digunakan untuk pemakaian luar.

f. Sulkonazole (Exeldetm)
                                Sulkonazole merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik tangkapnya yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan kebocoran komponen sel, sehingga menyebabkan kematian sel jamur. Tersedia dalam bentuk cream 1% dan solutio. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun penggunaan sama dengan orang dewasa (dioleskan pada daerah yang terkena selama 2-4 minggu sebanyak 4 kali sehari).

2. Golongan alinamin

a. Naftifine (Naftin)

                                Bersifat broad spektrum anti jamur dan merupakan derivat sintetik dari alinamin yang mekanisme kerjanya mengurangi sintesis dari ergosterol sehingga menyebabkan pertumbuhan sel amur terhambat. Pengobatan dengan naftitine dievaluasi setelah 4 minggu jika tidak ada perbaikan klinis. Tersedia dalam bentuk 1% cream dan lotion. . Penggunaan pada anak sama dengan dewasa ( dioleskan 4 kali sehari selama 2-4minggu).

b. Terbinafin (Lamisil)
                                Merupakan derifat sintetik dari alinamin yang bekerja menghambat skualen epoxide yang merupakan enzim kunci dari biositesis sterol jamur yang menghasilkan kekurangan ergosterol yang menyebabkan kematian sel jamur. Secara luas pada penelitian melaporkan keefektifan penggunaan terbinafin. Terbenafine dapat ditoleransi penggunaanya pada anak-anak. Digunakan selama 1-4 minggu.

3. Golongan Benzilamin
a. Butenafine (mentax)
                                Anti jamur yang poten yang berhuungan dengan alinamin. Kerusakan membran sel jamur menyebabkan sel jamur terhambat pertumbuhannya. Digunakan dalam bentuk cream 1%, diberikan selama 2-4 minggu. Pada anak tidak dianjurkan. Untuk dewasa dioleskan sebanyak 4kali sehari.
4. Golongan lainnya
a. Siklopiroks (Loprox)
Memiliki sifat broad spektrum anti fungal. Kerjanya berhubunan dengan sintesi DNA
b. Haloprogin (halotex)
Tersedia dalam bentuk solution atau spray, 1% cream. Digunakan selama 2-4minggu dan dioleskan sebanyak 3kali sehari.
c. Tolnaftate
Tersedia dalam cream 1%,bedak,solution. Dioleskan 2kali sehari selama 2-4 minggu(Wiederkehr, Michael. 2008).

Pengobatan secara sistemik dapat digunakan untuk untuk lesi yang luas atau gagal dengan pengobatan topikal, berikut adalah obat sistemik yang digunakan dalam pengobatan tinea cruris:
a. Ketokonazole
Sebagai turunan imidazole, ketokonazole merupakan obat jamur oral yangberspektrum luas. Kerja obat ini fungistatik. Pemberian 200mg/hari selama 2-4 minggu.


b. Itrakonazole
Sebagai turunan triazole, itrakonazole merupakan obat anti jamur oral yang berspektrum luas yang menghambat pertumbuhan sel jamur dengan menghambat sitokrom P-450 dependent sintetis dari ergosterol yang merupakan komponen penting pada selaput sel jamur.Pada penelitian disebutkan bahwa itrakonazole lebih baik daripada griseofulvin dengan hasil terbaik 2-3 minggu setelah perawatan. Dosis dewasa 200mg po selam 1 minggu dan dosis dapat dinaikkan 100mg jika tidak ada perbaikan tetpi tidak boleh melebihi 400mg/hari.Untuk anak-anak 5mg/hari PO selama 1 minggu. Obat ini dikontraindikasikan pada penderita yang hipersensitivitas, dan jangan diberikan bersama dengan cisapride karena berhubunngan dengan aritmia jantung.

c. Griseofulfin
Termasuk obat fungistatik, bekerja dengan menghambat mitosis sel jamur dengan mengikat mikrotubuler dalam sel. Obat ini lebih sedikit tingkat keefektifannya dibanding itrakonazole. Pemberian dosis pada dewasa 500mg microsize (330-375 mg ultramicrosize) PO selama 2-4minggu, untuk anak 10-25 mg/kg/hari Po atau 20 mg microsize /kg/hari
d. Terbinafine
Pemberian secara oral pada dewasa 250g/hari selama 2 minggu). Pada anak pemberian secara oral disesuaikan dengan berat badan:
 12-20kg :62,5mg/hari selama 2 minggu
Ø
 20-40kg :125mg/ hari selama 2 minggu
Ø
Ø >40kg:250mg/ hari selama 2 minggu
Edukasi kepada pasien di rumah :
1. Anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering
2. Bila gatal, jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan infeksi.
3. Jaga kebersihan kulit dan kaki bila berkeringat keringkan dengan handuk dan mengganti pakaian yang lembab
4. Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat seperti katun, tidak ketat dan ganti setiap hari.
5. Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk yang digunakan penderita harus segera dicuci dan direndam air panas.
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
A. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mengklasifikasikan suatu pemahaman sehingga perlu ada kesepakatan antara pemeriksa dan pasien. Wawancara harus efektif dan harus memahami perasaan pasien sehingga pasien lebih terbuka. Dibawah ini adalah wawancara pada pasien gangguan sistem integumen, sebagai data fokus.
1. Kapan pasien pertama kali mengetahui masalah penyakit kulit ini ( demikian pula selidiki durasi dan intensitasnya)?
2. Apakah masalah penyakit kulit yang dideritanya pernah terjadi sebelumnya?
3. Apa ada gejala yang lain?
4. Pada kulit bagian mana tempat pertama kali terkena?
5. Bagaimana ruam atau lesi tersebut terlihat ketika muncul pertama kalinya?
6. Pada bagian mana dan seberapa cepat penyebaranya?
7. Apakah terdapat rasa gatal, terbakar, kesemutan atau seperti ada yang merayap?
8. Apakah ada gangguan kemampuan untuk merasa?
9. Apakah masalah tersebut menjadi bertambah parah pada waktu atau musim tertentu?
10. Apakah pasien dapat menjelaskan bagaimana kelainan tersebut berawal
11. Apakah pasien memiliki riwayat hay fever, asma, biduran, eczema atau alergi?
12. Apakah ada diantara anggota keluarga anda yang mengalami masalah kulit?
13. Apakah erupsi kulit tersebut muncul sesudah makan-makanan tertentu?
14. Apakah baru-baru ini pasien mulai mengkonsumsi alkohol?
15. Apakah ada hubungan antara kejadian tertentu dengan masa ruam atau lesi?
16. Obat-obatan apa yang anda gunakan?
17. Obat oles 9krim, salep, lotion) apa yang anda gunakan untuk mengobati lesi tersebut (termasuk obat-obat yang dapat dibeli bebas di toko obat)?
18. Produk kosmetik atau preparat perawatan kulit apa yang anda gunakan?
19. Apa pekerjaan anda?
20. Apakah pada lingkungan disekitar anda terdapat faktor-faktor (tanaman, hewan, zat-zat kimia, infeksi) yang dapat mencetuskan masalah penyakit kulit ini?
21. Apakah ada sesuatu yang baru atau perubahan apapun dalam lingkungan tersebut?
22. Apakah ada sesuatu yang ketika mengenai kulit anda menyebabkan terjadinya ruam?
B. Pengkajian Fisik
1. Pengkajian Kulit
a. Inspeksi
Pasien berada dalam ruangan yang terang dan hangat, pemeriksa menggunakan penlight untuk menyinari lesi sehingga pemeriksa akan melihat apakah keadaan kulit pasien, meliputi:
• Warna kulit : ......................
• Kelembaban kulit : .......................
• Tekstur kulit : .......................
• Lesi : .......................
• Vaskularisasi : .......................
• Mobilitas kondisi rambut serta kuku: .......................
• Turgor kulit : .......................
• Edema : ........................
• Warna kebiruan, sianosis (hipiksia
seluler) dapat dilihat pada ekstremitas
dan dasar kuku, bibir, membran
mukosa: ..........................................
• Ikterus (kulit yang menguning) akibat
kenaikan bilirubin :................................
• Skelera membran mukosa :.......................
• Perubahan vaskular (petekie) :.....................
• Ekimosis :....................................................
b. Palpasi
Dalam melakukan tindakan ini pemeriksa harus menggunakan sarung tangan, guna melindungi dari terpaparnya penyakit pasien. Tindakan ini dimaksudkan untuk memeriksa:
• Turgor kulit : .............................
• Edema : ..............................
• Elastisitas kulit : .............................
C. Riwayat kesehatan keluarga
D. Riwayat psikologi dan spritual
a. Adaptasi orang terdekat dengan pasien
b. Interaksi dalam keluarga
c. Dampak penyakit pasien terhadap keluarga
d. Masalah yang mempengaruhi pasien dan pemecahan masalah
E. Penatalaksanaan
a) Biopsi kulit
Dilakukan pada nodul yang tidak jelas untuk pengambilan jaringan
b) Imunofluorensi (IF) untuk melakukan identifikasi reaksi imun
c) Tes IF pada kulit (Direc IF Tes) untuk mengidentifikasi auto antibodi terhadap bagian-bagian kulit
d) Indirec IF test untuk mendeteksi antibody spesifik dalam serum pasien
e) Paetch test untuk mengenali penyebab alergi pasien pada dermatitis
f) Pengerokan kulit untuk mengetahui jenis jamur
g) Apus Tzanck untuk mengetahui sel kulit yang mengalami pelepuhan (herpes zoster, varisela, herpes simpleks, pempigus)
h) Cahaya wood adalah sinar ultra violet untuk membedakan lesi epidermis dan lesi dermis serta hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.
i) Foto kulit untuk mengetahui sifat dan luasnya kelainan, untuk menentukan progresivitas/perbaikan setelah terapi

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan kenyamanan (nyeri, gatal)
Defenisi : Keadaan dimana individu mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dalam berespons terhadap suatu rangsangan yang berbahaya.
Batasan Mayor : Klien memperlihatkan atau melaporkan ketidaknyamanan
Batasan minor :
• Respons autonom pada nyeri akut
• Nadi meningkat
• Sikap / posisi berhati hati
• Raut wajah kesakitan
• Pruritis

Intervensi
1. Teliti keluhan nyeri tentang lokasi, intensitas khusus (skala 0-10). Catat faktor peningkatan nyeri. Beri lingkungan tenang
2. Dorong teknik relaksasi (bimbingan imajinasi, visualisasi) aktivitas hiburan (radio & TV)
3. Pertahankan perawatan kulit, dengan teknik septik aseptik
4. Kolaborasi untuk pemberian analgetik (memperidin)
Rasional
1. Nyeri sering menyebar terlokalisir menunjukan terjadinya abses (proses inflamasi) menunjukkan berat ringannya nyeri
2. Meningkatkan relaksasi dan memampukan klien untuk memfokuskan perhatian, dapat meningkatkan koping
3. Mencegah perluasan infeksi
4. Memperidin biasanya efektif untuk menghilangkan nyeri

Evaluasi
Nyeri berkurang / hilang (rasa nyaman terpenuhi)
a. Nadi normal
b. Aktifitas lancar
c. Raut wajah tenang




Facebook Twitter RSS