PENDIDIDIKAN KESEHATAN TENTANG EFEKTIFITAS BATUK EFEKTIF TERHADAP PENGELUARAN SPUTUM UNTUK PENEMUAN BTA PADA PASIEN TUBERKULOSIS

ini gan postingan ane yg baru sory lama g update soalnya lagi banyak kerjaan dluar bidang wkwkwkkw


A.    Pendahuluan

1.      Latar Belakang
Penyakit  tuberkulosis  (TBC)  sampai  saat  ini  merupakan  masalah  kesehatan masyarakat didunia  termasuk  Indonesia. Word Health Organization  (WHO) dalam Annual Report on Global TB Control 2003 menyatakan  terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high-burden countries terhadap TB. Indonesia termasuk peringkat ketiga setelah India dan China  dalam  menyumbang  TB  di  dunia.  Menurut WHO  estimasi  incidence  rate   untukpemeriksaan dahak didapatkan Basil Tahan Asam (BTA) positif adalah 115 per 100.000.

Di  Negara  Indonesia  yang  merupakan  salah  satu  Negara  berkembang,  penyakit  TB mencapai 25% diseluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah dan 75% penderita TB adalah  kelompok usia produktif  yaitu umur 15  – 50  th. Sejak  tahun 200,  Indonesia  telah berhasil mencapai dan mempertahankan angka kesembuhan sesuai dengan  target global yaitu minimal 85% penemuan kasus TB di Indonesia pada tahun 2006 adalah 76%.

         Pasien  dengan  TB  sering  menjadi  sangat  lemah  karena  penyakit  kronis  yang berkepanjangan  dan  kerusakan  status  nutrisi.  Anoreksia,  penurunan  berat  badan  dan malnutrisi  umum  terjadi  pada  pasien  TB.  Keinginan  pasien  untuk  makan  mungkin terganggu oleh keletihan akibat batuk berat, pembentukan sputum, nyeri dada atau status kelemahan secara umum.
 
Upaya untuk menegakkan diagnosis secara tepat salah satu diantaranya adalah dengan pemeriksaan  sputum  (dahak).  Penting  untuk  mendapatkan  sputum  yang  benar,  bukan ludah ataupun sekret hidung sehingga dapat diketemukan Basil Tahan Asam yang positif. Berdasarkan  dari  data  rekam medik RS Mardi Rahayu Kudus  tahun  2007    2008,  telah ditemukan kasus TB sebanyak 757 dengan 94 penderita BTA positif, dimana sputum yang didapatkan merupakan  dari  hasil  konvensional  yang  diperoleh  dari  pasien  dengan  cara mengeluarkan  dahak  semampu  pasiren,  sehingga  sputum  yang  didapatkan  kadang-kadang berupa air  ludah. Petugas pun kadang-kadang-kadang    langsung saja memeriksa tanpa melihat apakah bahan yang dikirim  itu  ludah atau sputum, sehingga banyak kasus TB Paru diketemukan BTA negatif. Padahal kemungkinan besar jika spesimen yang dikirim benar  akan  diketemukan  BTA  positif.  Disisi  lain  jika  petugas  laborat  meminta ulang spesimen  (karena yang dikirim  ludah)  , perawat  ruangan selalu memberikan alasan yang bermacam-macam  sehingga  petugas  laborat  pun  langsung memeriksa  walaupun  bukan sputum. Dan  tentunya hasil yang didapat  tidak sesuai dengan yang diharapkan. Efeknya pengobatan tidak tepat sasaran.

            Oleh karena itu penulis membahas tentang cara pengeluaran sputum untuk pemeriksaan BTA pada pasien TB dengan cara batuk efektif.Hal ini dikarenakan dalam pendiagnosaan pasien dengan TB harus memeriksa BTA(Basil Tahan Asam) sebab banyak pemeriksaan BTA negative pada pasien TB yang sebenarnya bukan dahak/sputum melainkan air ludah.Selain itu juga batuk efektif telah diteliti tentang efektifitasya dalam pengeluaran Sputum di RS Mardi Rahayu Kudus .


2.      Tujuan Penulisan
a.      Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini yakni mengamati suatu penelitian yang sudah dilakukan tentang tehnik batuk efektif terhadap pengeluaran sputum untuk pemeriksaan BTA pada pasien Tuberkulosis
b.      Tujuan Khusus
1.      Mengamati hasil penelitian tentang tehnik batuk efektif
2.      Menanggapi hasil penelitian tentang batuk efektif yang dilakukan pada pasien tuberculosis
3.      Membahas dan mengkaitkan tentang tehnik batuk efektif dengan hasil penelitian tentang tehnik batuk efektif terhadap penyakit tuberculosis.
4.      Sebagai media terbaru dalam penanganan pasien tuberculosis dalam pemberian tehnik batuk efektif untuk  pengeluaran sputum sebagai pemeriksaan BTA.


B.     Tinjauan Pustaka
1.      Definisi Tuberkulosis
Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia.Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.

2.      Penyebab Tuberkulosis
Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP). Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC.
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.

3.      Gejala Penyakit TBC

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.

4.      Gejala sistemik/umum

1)       Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
2)       Penurunan nafsu makan dan berat badan.
3)       Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
4)       Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

5.      Gejala khusus

1)       Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
2)       Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
3)       Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
4)       Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.

6.      Penegakan Diagnosis

Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
1)       Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
2)       Pemeriksaan fisik.
3)       Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
4)       Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
5)       Rontgen dada (thorax photo).
6)       Uji tuberkulin.
7.      Definisi Batuk Efektif
merupakan suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara maksimal.Tehnik batuk efektif merupakan tindakan yang dilakukan untuk membersihkan sekresi dari saluran nafas. Tujuan  dari  batuk  efektif  adalah  untuk  meningkatkan  ekspansi  paru,  mobilisasi sekresi dan mencegah efek samping dari retensi skresi seperti pneumonia, atelektasis dan demam. Batuk  efektif  memberikan  kontribusi  yang  positif  terhadap  pengeluaran  volume sputum. Dengan batuk efektif pasien menjadi tahu tentang bagaimana cara mengeluarkan sputum. Orang  sehat  tidak mengeluarkan  sputum;  kalau  kadang-kadang  ada,  jumlahnya sangat  kecil  sehingga  tidak  dapat  diukur.  Banyaknya  yang  dikeluarkan  bukan  saja ditentukan oleh penyakit yang tengah diderita, tetapi juga oleh stadium penyakit itu.
Caranya adalah sebelum dilakukan batuk, klien dianjurkan untuk minum air hangat dengan  rasionalisasi  untuk mengencerkan  dahak.  Setelah  itu  dianjurkan  untuk  inspirasi dalam. Hal ini dilakukan selama dua kali. Kemudian setelah insipirasi yang ketiga, anjurkan klien untuk membatukkan dengan kuat.
8.      Tujuan Batuk Efektif
1.   Melatih otot-otot pernafasan agar dapat melakukan fungsi dengan baik
2.   Mengeluarkan dahak atau seputum yang ada disaluran pernafasan
3.   Melatih klien agar terbiasa melakukan cara pernafasan  dengan baik

9.      Manfaat Batuk Efektif
1.   Untuk mengeluarkan sekret yang menyumbat jalan nafas
2.   Untuk memperingan keluhan saat terjadi sesak nafas pada penderita jantung.
10.  Indikasi Batuk Efektif
COPD/PPOK(penyakit paru obstruktif kronik), Emphysema, Fibrosis, Asma, tuberculosis chest infection, pasien bedrest atau post operasi.

11.  Alat dan Bahan
1.Bantal
2.Sputum Port
3.air minum hangat(air putih)
4.Tissue
12.  Cara Batuk Efektif
  1. Anjurkan klien untuk minum air hangat(agar mudah dalam pengeluaran sekresi)
  2. Tarik nafas dalam 4-5 kali
  3. Pada tarikan selanjutnya nafas ditahan selama 1-2 detik
  4. Angkat bahu dan dada dilonggarkan serta batukan dengan kuat
  5. Lakukan empat kali setiap batuk efektif, frekuensi disesuaikan dengan kebutuhan
  6. Perhatikan kondisi penderita.
C.    Penelian Terkait
ABSTRAK
Penyakit  tuberkulosis  (TBC)  sampai  saat  ini  merupakan  masalah  kesehatan masyarakat  di  dunia  termasuk  Indonesia.  Upaya  untuk  menegakkan  diagnosis  secara tepat salah satu diantaranya adalah dengan pemeriksaan sputum  (dahak). Pentinguntuk mendapatkan  sputum  yang  benar,  bukan  ludah  ataupun  sekret  hidung  sehingga  dapat responden pasien TB Paru di ruang rawat inap RS Mardi Rahayu Kudus. 
Hasil  penelitian menunjukkan  adanya  efektifitas  batuk  efektif  dalam  pengeluaran sputum untuk penemuan BTA pasien TB paru di ruang rawat inap RS Mardi Rahayu Kudus yaitu dari spesimen 1  (sebelum batuk efektif) dan spesimen 2  (sesudah batuk efektif) 21 responden  (70%) mengalami  peningkatan  volume  sputumnya.. Berdasarkan  spesimen  1 (sebelum  batuk  efektif)  dan  spesimen  3  (setelah  batuk  efektif)  24  responden  (80%) mengalami peningkatan volume sputumnya. Penemuan BTA pasien TB Paru mengalami peningkatan dari spesimen 1  (sebelum batuk efektif) sebanyak 6  responden, specimen 2 sebanyak 17  responden, dan spesimen 3 sebanyak 21  responden. Hasil analisis dengan
uji Paired Sample t-Test baik untuk spesimen 1 dan spesimen 2 maupun spesimen 1 dan specimen  3  menunjukkan  nilai  signifikansi  0,000  <  (0,05)  sehingga  dapat  disimpulkan bahwa adanya efektifitas batuk efektif dalam pengeluaran sputum untuk penemuan BTAdiketemukan  Basil  Tahan  Asam  yang  positif.  Untuk  itu  diperlukan  upaya  mendapatkan sputum  dengan  cara  melakukan  batuk  efektif.  Tujuan  dari  batuk  efektif  adalah  untuk
meningkatkan ekspansi paru, mobilisasi sekresi dan mencegah efek samping dari  retensi sekresi  seperti  pneumonia,  atelektasis  dan  demam.  Dengan  batuk  efektif  penderita tuberkulosis paru tidak harus mengeluarkan banyak tenaga untuk mengeluarkan sekret.  Penelitian  ini  bertujuan  untuk  mengetahui  efektifitas  batuk  efektif  dalam pengeluaran sputum untuk penemuan BTA pasien TB paru di ruang rawat  inap RS Mardi Rahayu Kudus. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif uji statistik Paired Sample t-test  dan  pengambilan  data  dilakukan  dengan  pengukuran  volume  sputum  pada  30  pasien TB paru di ruang rawat inap Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus.

  1. Pembahasan
a.  Pengeluaran sputum pasien sebelum mendapatkan pelatihan batuk efektif.
Dari hasil pemeriksaan pada specimen 1 (sebelum batuk efektif) didapatkan rata-rata volume sputum   dari 30  responden 0,23 cc, sebanyak 20  responden  (66,6%) tidak dapat mengeluarkan sputum dan hanya mengeluarkan  ludah. Hal  ini dikarenakan pasien belum tahu  bagaimana  cara  batuk  efektif. Mereka  hanya melakukan  batuk  dengan  cara  biasa sehingga tidak bisa maksimal.Batuk  berfungsi  untuk  mengeluarkan  sekret  dan  partikel-partikel  pada  faring  dan saluran nafas. Batuk biasanya merupakan suatu reflek sehingga bersifat involunter, namun juga  dapat  bersifat  volunter.  Batuk  yang  involunter  merupakan  gerakan  reflek  yang dicetuskan  karena  adanya  rangsangan  pada  reseptor  sensorik mulai  dari  faring  hingga alveoli.Batuk  diakibatkan  oleh  iritasi  membran  mukosa  dimana  saja  dalam  saluran pernafasan. Stimulus yang menghasilkan batuk dapat timbul dari suatu proses infeksi atau dari suatu iritan yang dibawa oleh udara seperti asap, kabut, debu atau gas. Batuk adalah proteksi utama pasien terhadap akumulasi sekresi dalam bronki dan bronkiolus.Batuk  dapat  dipicu  secara  reflek  ataupun  disengaja.  Sebagai  reflek  pertahanan  diri, batuk dipengaruhi oleh jalur saraf aferen dan eferen. Batuk diawali dengan inspirasi dalam diikuti dengan penutupan glotis, relaksasi diafragma dan kontraksi oto melawan glotis yang menutup.
Hasilnya akan  terjadi  tekanan yang positif pada  intra  rorak yang menyebabkan penyempitan  trakea.  Sekali  glotis  terbuka,  bersama  dengan  penyempitan  trakea  akan menghasilkan aliran udara yang cepat melalui trakea. Kekuatan eksposif ini akan menyapu sekret dan benda asing yang ada di saluran nafas.Pasien sebelum mendapatkan pelatihan batuk efektif seluruhnya  tidak bisa mengeluarkan  sputum  yang  maksimal,  sebagian  besar  yang  dikeluarkan  adalah  ludah sehingga  tidak dapat diperiksa secara seksama oleh petugas  laborat. Pemeriksaan yang tidak seksama tersebut menyebabkan tidak tuntasnya pengobatan terhadap pasien. Hal ini juga memberikan  resiko  penularan  yang  lebih  besar  karena  pasien  dengan  BTA  positif memiliki  resiko menularkannya  pada  orang  lain.  Pasien  yang menjadi  subyek  penelitian tidak  dapat  mengeluarkan  sputum  karena  mereka  sebelumnya  tidak  pernah  mendapat pelatihan bagaimana mengeluarkan sputum dengan benar dari petugas kesehatan.
b. Pengeluaran sputum pasien setelah mendapatkan pelatihan batuk efektif.
Untuk  mendapatkan  sputum  yang  baik  dalam  pemeriksaan  terdapat  metode khusus untuk mengeluarkan sekret yaitu salah satunya dengan cara batuk efektif. Tehnik batuk efektif merupakan tindakan yang dilakukan untuk membersihkan sekresi dari saluran nafas.Tujuan  dari  batuk  efektif  adalah  untuk  meningkatkan  ekspansi  paru,  mobilisasi sekresi dan mencegah efek samping dari retensi skresi seperti pneumonia, atelektasis dan demam. 
Dengan  batuk  efektif  penderita  tuberkulosis  paru  tidak  harus  mengeluarkan banyak tenaga untuk mengeluarkan sekret.Caranya adalah sebelum dilakukan batuk, klien dianjurkan untuk minum air hangat dengan  rasionalisasi  untuk mengencerkan  dahak.  Setelah  itu  dianjurkan  untuk  inspirasi dalam. Hal ini dilakukan selama dua kali. Kemudian setelah insipirasi yang ketiga, anjurkan klien untuk membatukkan dengan kuat.
Pemeriksaan specimen menunjukkan adanya peningkatan rata-rata volume sputum yaitu  pada  specimen  1  (sebelum  batuk  efektif)  sebesar  0,23  cc   menjadi  0,93  cc  pada specimen  2  (setelah  batuk  efektif),  sedangkan  pada  specimen  3  (setelah  batuk  efektif) rata-rata volume sputum menjadi 2,43 cc.  Pemeriksaan  specimen menunjukkan  adanya  peningkatan    volume  sputum  yang dihasilkan dari pasien TB paru yang telah diajarkan bagaimana batuk efektif. Berdasarkan hasil  penelitian  perbandingan  specimen  1  (sebelum  batuk  efektif)  dengan  specimen  2 (setelah  batuk  efektif)  sebanyak  21  responden  (70%)  mengalami  peningkatan  volume sputum  (cc)  yang  dihasilkan  setelah  batuk  efektif,  sedangkan  9  responden  (30%)  tidak mengalami peningkatan volume sputum (cc) yang dihasilkan setelah batuk efektif.
Berdasarkan  hasil  penelitian  perbandingan  specimen  1  (sebelum  batuk  efektif) dengan  specimen  3  (setelah  batuk  efektif)  sebanyak  24  responden  (80%)  mengalami peningkatan  volume  sputum  (cc)  yang  dihasilkan  setelah  batuk  efektif,  sedangkan  6 responden  (20%)  tidak  mengalami  peningkatan  volume  sputum  (cc)  yang  dihasilkan setelah batuk efektif.Batuk  efektif  memberikan  kontribusi  yang  positif  terhadap  pengeluaran  volume sputum.
Dengan batuk efektif pasien menjadi tahu tentang bagaimana cara mengeluarkan sputum. Orang  sehat  tidak mengeluarkan  sputum;  kalau  kadang-kadang  ada,  jumlahnya sangat  kecil  sehingga  tidak  dapat  diukur.  Banyaknya  yang  dikeluarkan  bukan  saja ditentukan oleh penyakit yang tengah diderita, tetapi juga oleh stadium penyakit itu. Jumlah yang besar, yaitu  lebih dari 100 cc per 24  jam, mungkin melebihi 500 cc ditemukan pada edema pulmonum, abces paru-paru, brochiectasi,  tuberculosis pulmonum yang  lanjut dan pada abces yang pecah menembus ke paru-paru.
Pada penemuan BTA terjadi peningkatan jumlah penemuan BTA yang sebelumnya merupakan  BTA  negatif  pada  specimen  1  pada  specimen  2  dan  3 menjadi  BTA  positif. Jumlah penemuan BTA positif pada specimen 1 adalah sebanyak 6 responden, BTA positif pada specimen 2 adalah sebesar 17 responden, sedangkan BTA positif pada specimen 3 adalah sebesar 21 responden. Jumlah  volume  sputum  yang  dihasilkan  menyebabkan  lebih  mudahnya  petugas laborat memeriksa BTA pasien. Karena   untuk menegakkan diagnosis secara  tepat salah satu  diantaranya  adalah  dengan  pemeriksaan  sputum  (dahak).
 Penting  untuk mendapatkan  sputum  yang  benar,  bukan  ludah  ataupun  sekret  hidung  sehingga  dapat diketemukan Basil Tahan Asam yang positif. Indikasi pemeriksaan sputum yang lazim adalah untuk menemukan adanya infeksi, biasanya  pneumonia  dan  memperoleh  bahan  untuk  diagnosa  sitologik.  Biakan  sputum merupakan  pemeriksaan  mikrobiologik  yang  biasanya  diminta,  tetapi  hasil  yang  didapat sering  tidak  informatif  atau  bahkan  menyesatkan.Yang  pertama-tama  memerlukan perhatian  adalah  pengumpulan  bahan  yang  betul-betul  sputum  dan  bukan  sekret  dari saluran nafas bagian atas.
Hal ini dapat diketahui dengan pemeriksaan sediaan apus yang diwarnakan  dengan  cara  Gram.  Sputum  yang  benar  mengandung  leukosit polimorfonuklear (PMN) dan atau makrofag alveolar serta mengandung beberapa sel epitel bersisik.  Sel  epitel  dalam  jumlah  besar  atau  tidak  terlihatnya  PMN  di  beberapa laboratorium  merupakan  alasan  untuk  membuang bahan yang  didapat  tanpa memeriksanya lebih lanjut.Berdasarkan  analisis  data  dengan  menggunakan  Pair  Sample  t-Test  terdapat peningkatan  volume  sputum  specimen  1  (sebelum  batuk  efektif)  terhadap  specimen  2 (setelah  batuk  efektif)  menunjukkan  adanya  efektifitas  batuk  efektif  dalam  pengeluaran sputum untuk menemukan BTA pasien TB Paru.
Hal ini dapat dilihat dari uji Paired Sample t-Test didapat  t  tabel adalah   2,021. Maka daerah penerimaan Ho antara  -2,021  sampai 2,021.  Bila  t  hitung  berada  dalam  daerah  penerimaan  Ho,  berarti  Ho  diterima  dan  Ha ditolak. Pada penelitian  ini, nilai  t hitung  -4,700, maka nilai diluar daerah penerimaan Ho, artinya  Ho  ditolak  dan  Ha  diterima.  Sehingga  dapat  disimpulkan  bahwa  ada  efektifitas batuk  efektif  dalam  pengeluaran  sputum  untuk penemuan BTA  pasien TB  paru di  ruang rawat inap rumah sakit Mardi Rahayu Kudus. Berdasarkan signifikansi menunjukkan nilai 0,000 <  (0,05) berarti Ho diterima dan Ha  ditolak. 
Sehingga  dapat  disimpulkan  bahwa  ada  efektifitas  batuk  efektif  dalam pengeluaran sputum untuk penemuan BTA pasien TB paru di ruang rawat inap rumah sakit Mardi Rahayu Kudus. Analisis  data  peningkatan  volume  sputum  specimen  1  (sebelum  batuk  efektif) terhadap  specimen 3  (setelah batuk efektif) menunjukkan adanya efektifitas batuk efektif dalam  pengeluaran  sputum  untuk  menemukan  BTA  pasien  TB  Paru.  Dari  uji  Paired Sample  t-Test didapat  t  tabel adalah   2,021. Maka daerah penerimaan Ho antara  -2,021 sampai 2,021. Bila  t hitung berada dalam daerah penerimaan Ho, berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Pada penelitian  ini, nilai  t hitung  -9,805, maka nilai di  luar daerah penerimaan Ho, artinya Ho ditolak dan Ha diterima.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada efektifitas batuk  efektif  dalam  pengeluaran  sputum  untuk penemuan BTA  pasien TB  paru di  ruang rawat inap rumah sakit Mardi Rahayu Kudus. Berdasarkan signifikansi menunjukkan nilai 0,000 < (0,05) berarti Ho ditolak dan Ha diterima.Dalam artian bahwa tehnik batuk efektif teruji dalam pegeluran sputum sebab dalam hasil penelitian menunjukkan banyak peningkatan pada pengeluaran BTA serta hasil BTA positif yang ditemukan setelah batuk efektif dilakukan.
Tehnik batuk efektif sendiri tidak terlalu rumit dan mudah sekali dilakukan serta banyak manfaat yang di dapat tidak hanya proses pengeluaran sputum namun antara lain,melatih otot-otot pernafasan dan juga melatih klien untuk melakukan pernafasan dengan cara yang baik.Serta hal yang terpenting bahwa klien tidak perlu batuk dengan keras untuk mengeluarkan sputum hingga sampai menyiksa diri klien,dengan batuk efektif hasil yang diinginkan terpenuhi dan efektifitasnya teruji dalam penelitian yang telah dilakukan.

  1. Penutup
    1. Kesimpulan
Dari  hasil  penelitian  tentang  efektifitas  batuk  efektif  dalam  pengeluaran  sputum untuk  penemuan  BTA  pada  pasien  TB  Paru  di  ruang  rawat  inap  rumah  sakit Mardi Rahayu Kudus,ada efektifitas batuk efektif dalam pengeluaran sputum untuk penemuan BTA pasien TB paru di ruang rawat inap rumah sakit Mardi Rahayu Kudus hal ini dapat dilihat  dari hasil penelitian  21  responden  (70%)  mengalami  peningkatan  volume  sputum  (cc)  dari specimen 1  (sebelum batuk  efektif) dan  specimen 2  (setelah batuk  efektif),  sedangkan sebanyak  24  responden  (80%)  mengalami  peningkatan  volume  sputum  (cc)  dari specimen 1 (sebelum batuk efektif) dan specimen 3 (setelah batuk efektif). Hasil analisis statistik menunjukkan adanya efektifitas batuk efektif dalam pengeluaran sputum untuk menemukan BTA pasien TB Paru yaitu berdasarkan signifikansi  (0,000) < 0,05. Dan dari 30 pasien rawat inap yang dijadikan subyek penelitian setelah diajarkan batuk efektif mengalami peningkatan jumlah pasien yang ditemukan dengan BTA positif yaitu pada  specimen  1  (sebelum  batuk  efektif)  ditemukan  6  responden,  pada  specimen  2 (setelah  batuk  efektif)  ditemukan  17  responden,  sedangkan  pada  specimen  3  (setelah batuk efektif) ditemukan 21 responden.
    1. Saran
Dengan penerapan Tehnik batuk efektif pada proses pengeluaran sputum pada klien Tuberkulosis dapat dilakukan sebab penelitian terkait sudah teruji dengan hasil penelitian yang dilakukan serta dapat bermanfaat bagi pasien itu sendiri dalam artian tidak menyiksa pasien dengan batuk yang begitu keras namun tidak memiliki hasil yang diinginkan.Peran perawat dalam penanganan klien TB lebih mudah dalam melakukan tindakan sebab mengetahui secara pasti  hasil diagnostic dari pemeriksan BTA pada klien TB,serta tindakan keperawatan dalam proses perawatan dapat terlaksana dengan baik.


ne posting bkan penelitian tapi ane jadi konsumen semoga bermanfaat bagi agan2 semuanya....
  










Facebook Twitter RSS