Water Syringe Drainage


WSD ( Water Seal Drainage )


Pengertian :
Merupakan tindakan invasif yang dialakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura, rongga thoraks, dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.

Indikasi dan tujuan pemasangan WSD
1.      Indikasi :
Ø  Pneumotoraks, hemotoraks, empyema
Ø  Bedah paru :
-          karena ruptur pleura udara dapat masuk ke dalam rongga pleura
-          reseksi segmental msalnya pada tumor, TBC
-          lobectomy, misal pada tumor, abses, TBC
2.      Tujuan pemasangan WSD
Ø  Memungkinkan cairan ( darah, pus, efusi pleura ) keluar dari rongga pleura
Ø  Memungkinkan udara keluar dari rongga pleura
Ø  Mencegah udara masuk kembali ke rongga pleura yang dapat menyebabkan pneumotoraks
Ø  Mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan mempertahankan tekanan negatif pada intra pleura.

Prinsip kerja WSD
1.      Gravitasi                : Udara dan cairan mengalir dari tekanan yang tinggi ke tekanan yang rendah.
2.      Tekanan positif     : Udara dan cairan dalam kavum pleura ( + 763 mmHg atau lebih ). Akhir pipa WSD menghasilkan tekanan WSD sedikit ( + 761 mmHg )
3.      Suction

Jenis WSD
1.      Satu botol
Sistem ini terdiri dari satu botol dengan penutup segel. Penutup mempunyai dua lobang, satu untuk ventilasi udara dan lainnya memungkinkan selang masuk hampir ke dasar botol. Keuntungannya adalah :
-          Penyusunannya sederhana
-          Mudah untuk pasien yang berjalan
Kerugiannya adalah :
-          Saat drainase dada mengisi botol lebih banyak kekuatan yang diperlukan
-          Untuk terjadinya aliran tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan botol
-          Campuran darah dan drainase menimbulkan busa dalam botol yang membatasi garis pengukuran drainase
2.      Dua botol
Pada sistem dua botol, botol pertama adalah sebagai botol penampung dan yang kedua bekerja sebagai water seal. Pada sistem dua botol, penghisapan dapat dilakukan pada segel botol dalam air dengan menghubungkannya ke ventilasi udara.
Keuntungan :
-          Mempertahankan water seal pada tingkat konstan
-          Memungkinkan observasi dan pengukuran drainage yang lebih baik

Kerugian :
-          Menambah areal mati pada sistem drainage yang potensial untuk masuk ke dalam area pleura.
-          Untuk terjadinya aliran, tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan botol.
-          Mempunyai batas kelebihan kapasitas aliran udara pada kebocoran udara.

3.      Tiga botol
Pada sistem tiga botol, botol kontrol penghisap ditambahkan ke sistem dua botol. Botol ketiga disusun mirip dengan botol segel dalam air. Pada sistem ini yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada botol ketiga dan bukan jumlah penghisap di dinding yang menentukan jumlah penghisapan yang diberikan pada selang dada. Jumlah penghisap di dinding yang diberikan pada botol ketiga harus cukup unutk menciptakan putaran-putaran lembut gelembung dalam botol. Gelembung kasar menyebabkan kehilangan air, mengubah tekanan penghisap dan meningkatkan tingkat kebisingan dalam unit pasien. Untuk memeriksa patensi selang dada dan fluktuasi siklus pernafasan, penghisap harus dilepaskan saat itu juga.
Keuntungan :
-          sistem paling aman untuk mengatur pengisapan.
Kerugian :
-          Lebih kompleks, lebih banyak kesempatan untuk terjadinya kesalahan dalam perakitan dan pemeliharaan.
-          Sulit dan kaku untuk bergerak / ambulansi

4.      Unit drainage sekali pakai
Ø  Pompa penghisap Pleural Emerson
Merupakan  pompa penghisap yang umum digunakan sebagai pengganti penghisap di dinding. Pompa Penghisap Emerson ini dapat dirangkai menggunakan sistem dua atau tiga botol.
Keuntungan :
-          Plastik dan tidak mudah pecah
Kerugian :
-          Mahal
-          Kehilangan water seal dan keakuratan pengukuran drainage bila unit terbalik.
Ø  Fluther valve
Keuntungan :
-          Ideal untuk transport karena segel air dipertahankan bila unit terbalik
-          Kurang satu ruang untuk mengisi
-          Tidak ada masalah dengan penguapan air
-          Penurunan kadar kebisingan
Kerugian :
-          Mahal
-          Katup berkipas tidak memberikan informasi visual pada tekanan intra pleural karena tidak adanya fluktuasi air pada ruang water seal.
Ø  Calibrated spring mechanism
Keuntungan :
-          Idem
-          Mampu mengatasi volume yang besar
Kerugian
-          Mahal

Tempat pemasangan WSD
1.      Bagian apeks paru ( apikal )
2.      Anterolateral interkosta ke 1- 2 untuk mengeluarkan udara bagian basal
3.      Posterolateral interkosta ke 8 – 9 untuk mengeluarkan cairan ( darah, pus ).


Persiapan pemasangan WSD
§  Perawatan pra bedah
1.      Menentukan pengetahuan pasien mengenai prosedur.
2.      Menerangkan tindakan-tindakan pasca bedah termasuk letak incisi, oksigen dan pipa dada, posisi tubuh pada saat tindakan dan selama terpasangnya WSD, posisi jangan sampai selang tertarik oleh pasien dengan catatan jangan sampai rata/ miring yang akan mempengaruhi tekanan.
3.      Memberikan kesempatan bagi pasien untuk bertanya atau mengemukakan keprihatinannya mengenai diagnosa dan hasil pembedahan.
4.      Mengajari pasien bagaimana cara batuk dan menerangkan batuk serta pernafasan dalam yang rutin pasca bedah.
5.      Mengajari pasien latihan lengan dan menerangkan hasil yang diharapkan pada pasca bedah setelah melakukan latihan lengan.

§  Persiapan alat
1.      Sistem drainase tertutup
2.      Motor suction
3.      Selang penghubung steril
4.      Cairan steril : NaCl, Aquades
5.      Botol berwarna bening dengan kapasitas 2 liter
6.      Kassa steril
7.      Pisau jaringan
8.      Trocart
9.      Benang catgut dan jarumnya
10.  Sarung tangan
11.  Duk bolong
12.  Spuit 10 cc dan 50 cc
13.  Obat anestesi : lidocain, xylocain
14.  Masker

§  Perawatan pasca bedah
Perawatan setelah prosedur pemasangan WSD antara lain :
1.      Perhatikan undulasi pada selang WSD
2.      Observasi tanda-tanda vital : pernafasan, nadi, setiap 15 menit pada 1 jam pertama
3.      Monitor pendarahan atau empisema subkutan pada luka operasi
4.      Anjurkan pasien untuk memilih posisi yang nyaman dengan memperhatikan jangan sampai selang terlipat
5.      Anjurkan pasien untuk memegang selang apabila akan mengubah posisi
6.      Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu
7.      Ganti botol WSD setiap tiga hari dan bila sudah penuh, catat jumlah cairan yang dibuang
8.      Lakukan pemijatan pada selang untuk melancarkan aliran
9.      Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, cynosis, empisema.
10.  Anjurkan pasiuen untuk menarik nafas dalam dan bimbing cara batuk yang efektif
11.  Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh

Bila undulasi tidak ada, ini mempunyai makna yang sangat penting karena beberapa kondisi dapat terjadi antara lain :
1.      Motor suction tidak jalan
2.      Selang tersumbat atau terlipat
3.      Paru-paru telah mengembang
Oleh karena itu harus yakin apa yang menjadi penyebab, segera periksa kondisi sistem drainase, amati tanda-tanda kesulitan bernafas.


Cara mengganti botol WSD
1.      Siapkan set yang baru. Botol yang berisi aguades ditambah desinfektan.
2.      Selang WSD diklem dulu
3.      Ganti botol WSD dan lepas kembali klem
4.      Amati undulasi dalam selang WSD.

Indikasi pengangkatan WSD
1.      Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai dengan :
-          Tidak ada undulasi
-          Tidak ada cairan yang keluar
-          Tidak ada gelembung udara yang keluar
-          Tidak ada kesulitan bernafas
-          Dari rontgen foto tidak ada cairan atau udara
2.      Selang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan spooling atau pengurutan pada selang.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN WSD

1.      Pengkajian
  1. Sirkulasi
-          Taki kardi, irama jantung tidak teratur ( disaritmia )
-          Suara jantung III, IV, galop / gagal jantung sekunder
-          Hipertensi / hipotensi
  1. Nyeri
Subyektif :
-          Nyeri dada sebelah
-          Serangan sering tiba-tiba
-          Nyeri bertambah saat bernafas dalam
-          Nyeri menyebar ke dada, badan dan perut
Obyektif
-          Wajah meringis
-          Perubahan tingkah laku
  1. Respirasi
Subyektif :
-          Riwayat sehabis pembedahan dada, trauma
-          Riwayat penyakit paru kronik, peradangan, infeksi paru, tumor, biopsi paru.
-          Kesulitan bernafas
-          Batuk
Obyektif :
-          Takipnoe
-          Peningkatan kerja nafas, penggunaan otot bantu dada, retraksi interkostal.
-          Fremitus fokal
-          Perkusi dada : hipersonor
-          Pada inspeksi dan palpasi dada tidak simetris
-          Pada kulit terdapat sianosis, pucat, krepitasi subkutan
  1. Rasa aman
-          Riwayat fraktur / trauma dada
-          Kanker paru, riwayat radiasi / khemotherapi
  1. Pengetahuan
-          Riwayat keluarga yang mempunyai resiko tinggi seperti TB, Ca.
-          Pengetahuan tentang penyakit, pengobatan, perawatan.

2.      Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan
Dx.1. Tidak efektifnya pola nafas sehubungan dengan :
-          Penurunan ekspansi paru
-          Penumpukan sekret / mukus
-          Kecemasan
-          Proses peradangan
Ditandai dengan :
-          Dyspnoe, takipnoe
-          Nafas dalam
-          Menggunakan otot tambahan
-          Sianosis, arteri blood gas abnormal ( ABGs )
Kriteria evaluasi
-          Pernafasan normal / pola nafas efektif dengan tidak adanya sianosis, gejala hipoksia dan pemeriksaan ABGs normal.

Intervensi keperawatan dan rasionalisasi
Independen
  1. Identifikasi faktor presipitasi, misal :
-          Kolaps spontan, trauma keganasan, infeksi komplikasi dari mekanik pernafasan
Memahami penyebab dari kolaps paru sangat penting untuk mempersiapkan WSD pada ( hemo/pneumotoraks ) dan menentukan untk terapi lainnya.
  1. Evaluasi fungsi respirasi, catat naik turunnya/pergerakan dada, dispnoe, kaji kebutuhan O2, terjadinya sianosis dan perubahan vital signs.
Tanda-tanda kegagalan nafas dan perubahan vital signs merupakan indikasi terjadinya syok karena hipoksia, stress dan nyeri.
  1. Auskultasi bunyi pernafasan
-          Kemungkinan akibat dari berkurangnya atau tidak berfungsinya lobus, segmen, dan salah satu dari paru-paru
-          Pada daerah atelektasis suara pernafasan tidak terdengar tetapi bila hanya sebagian yang kolaps suara pernafasan tidak terdengar dengan jelas.
-          Hal tersebut dapat menentukan fungsi paru yang baik dan ada tidaknya atelektasis paru.
  1. Catat pergerakan dada dan posisi trakea
Pergerakan dada yang terjadi pada saat inspirasi maupun ekspirasi tidak sama dan posisi trakea akan bergeser akibat adanya tekanan peumotoraks.
  1. Kaji fremitus
Suara dan fibrasi fremitus dapat membedakan antara daerah yang terisi cairan dan adanya pemadatan jaringan
  1. Bantu pasien dengan menekan pada daerah yang nyeri sewaktu batuk dan nafas dalam
Dengan penekanan akan membantu otot dada dan perut sehingga dapat batuk efektif dan mengurangi trauma
  1. Pertahankan posisi yang nyaman dengan kepala lebih tinggi dari kaki
-          Miringkan dengan arah yang sesuai dengan posisi cairan / udara yang ada di dalam rongga pleura
-          Bantu untuk mobilisasi sesuai dengan kemampuannya secara bertahap dan beri penguatan setiap kali pasien mampu melaksanakannya.
Mendukung untuk inspirasi maksimal, memperluas ekspirasi paru-paru dan ventilasi.
  1. Bantu pasien untuk mengatasi kecemasan /ketakutan dengan mempertahankan sikap tenang, membantu pasien untk mengontrol dengan nafas dalam.
Kecemasan disebabkan karena adanya kesulitan dalam pernafasan dan efek psikologi dari hipoksia.

Bila WSD terpasang
Ø  Cek ruang kontrol suction untuk jumlah cairan yang keluar dengan tepat ( untuk batas air dinding regulator terpasang dengan benar ).
Mempertahankan tekanan negatif intra pleural dengan mempertahankan ekspansi paru secara optimal atau dari drainage cairan.
Ø  Cek batas cairan dari botol WSD, pertahankan dan tentukan pada batas yang telah ditetapkan.
Cairan dalam botol WSD untuk mencegah terjadi tekanan udara dalam rongga pleura pada waktu suction  tidak digunakan dan sebagai alat untuk evaluasi apakah sistem drainage berfungsi atau tidak.
Ø  Observasi gelembung udara pada botol WSD
-          Gelembung udara merupakan udara yang keluar akibat adanya reflek ekspansi pada pneumotoraks. Gelmbung udara biasanya terjadi sebagai akibat dari penurunan pengembangan paru atau terjadi selama ekspansi atau batuk pada fungsi rongga pleura menurun.
-          Tidak ditemukannya gelembung udara berarti ekspansi paru normal atau terjadi hambatan seperti obstruksi pada selang.
Ø  Evaluasi gelembung udara yang terjadi.
Dengan suction yang terpasang dapat mengidikasikan adanya kebocoran udarayang menetap mungkin dari pneumotoraks yang luas, luka insersi dari selang atau dari sistem WSD.
Ø  Tentukan lokasi kebocoran pada pasien atau WSD ( dengan memasang klem pada selang kateter toraks distal ) dengan sedikit ditarik keluar.
Apakah bubbling terhenti ketika kateter di klem, maka kebocoran terjadi pada klien.
Ø  Catat jumlah cairan yang keluar dari botol WSD
Rongga WSD menunjukkan adanya tekanan intra pleura dimana terjadi perbedaan tekanan pada waktu inspirasi dan ekspirasi. Perbedaan tersebut normal 2 – 6 cm.
Ø  Monitor untuk undulasi abnormal dan catat apabila ada perubahan yang menetap atau sementara.
Peningkatan fluktuasi tidak terjadi pada saat batuk. Bila terjadi obstruksi menunjukkan adanya pneumotoraks yang luas sehingga peningkatan tersebut akan berlangsung secara terus menerus.
Ø  Atur posisi sistem drainage agar berfungsi seoptimal mungkin, misalnya sisakan panjang selang pada tempat tidur, yakinkan bahwa selang itu tidak kaku dan menggantung di atas WSD, keluarkan akumulasi cairan bila perlu.
Bila posisi tidak baik, menekuk atau adanya akumulasi cairan akan mengakibatkan tekanan berkurang pada wSD dan mengurangi pengeluaran udara dan cairan berkurang.
Ø  Evaluasi apakah perlu tube tersebut dilakukan pengurutan
Menarik / menekan diperlukan untuk mengeluarkan gumpalan darah / eksudat drainage.
Ø  Tekan selang dengan hati-hati pada setiap kali melakukannya, jangan sampai mempengaruhi tekanan yang ada.
Penarikan biasanya dirasakan kurang nyaman oleh pasien sebab akan mempengaruhi tekanan intra toraks yang menyebabkan batuk dan nyeri dada. Penarikan yang salah dapat menimbulkan trauma /injury misalnya; invaginasi jaringan, kolaps jaringan di sekitar kateter atau perdarahan dari dinding kapiler.


Bila WSD tidak terpasang
Ø  Perhatikan adanya tanda-tanda respirasi distress kemudian hubungkan toraks kateter dengan selang suction. Perhatikan tehnik aseptik. Apabila kateter tercabut, tutup luka insersi dengan dressing dengan sedikit tekanan dan segera lapor ke dokter.
Dapat terjadi pneumotoraks

Setelah selang dilepas
Ø  Observasi tanda dan gejala bila kemungkinan terjadi kembali pneumotoraks seperti nafas pendek, mengeluh nyeri. Tutup luka dengan dressing steril, observasi keadaan luka.
Deteksi dini dari adanya komplikasi sangat penting, misalnya pneumotoraks kembali / infeksi.

Kolaborasi
Ø  Lakukan fototoraks ulang
Untuk memonitor terjadinya hemo/pneumotoraks dan pengembangan paru.
Ø  Periksa ulang analisa gas darah, tekana O2 dan tidal volume.
Mengetahui pertukaran gas dan ventilasi untuk menentukan therapi selanjutnya.
Ø  Perhatikan apabila membutuhkan penambahan O2
Merupakan alat bantu pernafasan, mencegah terjadinya respiratory distress syndrom dan sianosis akibat hipoksemia.

Dx 2. Injuri, potensial terjadi trauma / hypoksia sehubungan dengan ; pemasangan alat WSD, kurangnya pengetahuan tentang WSD ( prosedur dan perawatan )
Kriteria evaluasi :
-          mengenal tanda-tanda komplikasi
-          pencegahan lingkungan / bahaya fisik lingkungan

Intervensi perawatan dan rasionalisasi
Independen
  1. Review dengan pasien akan tujuan / fungsi drainege, catat/ perhatikan tujuan yang penting dalam penyelamatan jiwa
Informasi tentang kerja WSD akan mengurangi kecemasan
  1. Fiksasi kateter thoraks pada didnding dada dan sisakan panjang kateter agar pasien dapat bergerak atau tidak terganggu pergerakannya.
Mencegah lepasnya kateter dan mengurangi nyeri akibat terpasangnya kateter dada
Perhatikan bahwa sambungan selang kateter dengan WSD aman
Mencegah lepasnya sambungan selang
Lapisi dengan kasa pada insersis kateter
Mencegah iritasi kulit
  1. Usahakan WSD berfungsi dengan baik dan aman dengan meletakkannya ebih rendah dari bed pasien di lantai atau troli.
Mempertahankan posisi gaya gravitasi dan mengurangi resko kerusakan ataupun pecahnya unit WSD
  1. Lengkapi dengan alat transportasi yang aman bila dibawa ke lain unit untuk pemeriksaan diagnostik
-          Sebelum berangkat cek WSD, batas cairan, ada tidaknya gelembung, undulasi ( derajat dan waktunya )
-          Yakinkan chest tube dapat di klem atau dilipat dari suction / WSD
Mempertahankan berlangsungnya pengeluaran cairan / udara secara optimal selama transportasi bila pengeluaran cairan dari rongga dada banyak kateter jangan di klem, suction jangan dicabut sebab dapat mengakibatkan adanya akumulasi cairan / udara sehingga timbul gangguan respirasi.
  1. Monitor insersi kateter pada dinding dada, perhatikan keadaan kulit di sekitar kateter drainage. Ganti dressing dengan kassa steril setiap kali diperlukan.
Untuk mengetahui keadaan kulit seperti infeksi, erosi jaringan sedini mungkin
  1. Anjurkan pasien untuk tidak menekan atau membebaskan selang dari tekanan, misalnya tertindih tubuh.
Mengurangi resiko obstruksi drain atau lepasnya sambungan selang.
  1. Kaji perubahan yang terjadi, catat ; beri tindakan perawatan jika :
-          perubahan suara bubling
-          kebutuhan O2 yang tiba-tiba
-          nyeri dada
-          lepasnya selang
Intervensi yang tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi
  1. Observasi adanya tanda-tanda respirasi distress bila kateter thoraks tercabut.
Pneumothoraks dapat terjadi sehingga timbul gangguan fungsi pernafasan yang memerlukan tindakan emergency

Dx 3. Kurangnya pengetahuan sehubungan dengan kurangnya informasi
Kriteria evaluasi :
-          Menyebutkan penyebab penyakit
-          Dapat mengidentifikasi tanda / gejala untuk perawatan / pengobatan lebih lanjut
-          Mengikuti program therapi dan menunjukkan adanya perubahan pola hidup untuk mencegah timbulnya / kambuhnya penyakit.

Intervensi keperawatan dan rasionalisasi
Independen
  1. Review patologi penyakit dengan klien
Informasi dapat menurunkan kecemasan / ketakutan akibat ketidak tahuan. Pengetahuan mendasari pemahaman akan keadaan adan pentingnya intervensi therapiutik.
  1. Identifikasi adanya kekambuhan penyakit / komplikasi
Penyakit paru COPD + malignant merupakan penyebab terjadinya kekambuhan penyakit. Pada klien sehat tapi menderita spontaneus pneumotoraks kekambuhan berkisar 10 – 15%, yang sudah kambuh dua kali resiko untuk menderita kembali sekitar 60%.
  1. Review tanda dan gejala yang perlu tindakan medis segera; nyeri dada tiba-tiba, dispnoe, distress respiratory.
Kambuhnya pneumo/hemothoraks memerlukan tindakan medis untuk mencegah/mengurangi terjadinya komplikasi
  1. Review pentingnya pola hidup sehat ; nutrisi adekuat, istirahat, latihan.
Mempertahankan kesehatan secara umum dan mencegah terjadinya kekambuhan.

KMB Integument

bagi para agan-agan yang kena penyakit kulit ne penjelasn tentang penyakit kulit dari negeri panu ampe herpes ato ampe kolat.......wkwkwkwkkw

checkckidotzzz.......

d. Tidak terjadi pruritis (gatal) PENDAHULUAN
Jamur merupakan salah satu mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia. Penyakit yang disebabkan jamur pada manusia disebut mikosis, yaitu mikosis superficial dan mikosis sistemik. Mikosis superfisial merupakan mikosis yang menyerang kulit, kuku, dan rambut terutama disebabkan oleh 3 genera jamur, yaitu Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton. Sedangkan mikosis sistemik merupakan mikosis yang menyerang alat-alat dalam, seperti jaringan sub-cutan, paru-paru, ginjal, jantung, mukosa mulut, usus, dan vagina.
Beberapa jenis mikosis superfisial antara lain sebagai berikut.
1.1   Tinea capitis
Merupakan infeksi jamur yang menyerang stratum corneum kulit kepala dan rambut kepala, yang disebabkan oleh jamur Mycrosporum dan Trichophyton. Gejalnya adalah rambut yang terkena tampak kusam, mudah patah dan tinggal rambut yang pendek-pendek pada daerah yang botak. Pada infeksi yang berat dapat menyebabkan edematous dan bernanah.
2.1   Tinea favosa
Merupakan infeksi pada kulit kepala, kulit badan yang tidak berambut dan kuku. Penyebabnya adalah Trichophyton schoenleinii. Gejalnya berupa bintik-bintik putih pada kulit kepala kemudian membesar membentuk kerak yang berwarna kuning kotor. Kerak ini sangat lengket daln bila diangkat akan meninggalkan luka basah atau bernanah.
3.1   Tinea barbae
Merupakan infeksi jamur yang menyerang daerah yang berjanggut dan kulit leher, rambut dan folikel rambut. Penyebabnya adalah Trichophyton mentagrophytes, Trichophyton violaceum, Microsporum cranis.
4.1   Dermatophytosis (Tinea pedis, Athele foot)
Merupakan infeksi jamur superfisial yang kronis mengenai kulit terutama kulit di sela-sela jari kaki. Dalam kondisi berat dapat bernanah. Penyebabnya adalah Trichophyton sp.
5.1   Tinea cruris
Merupakan infeksi mikosis superfisial yang mengenai paha bagian atas sebelah dalam. Pada kasus yang berat dapat pula mengenai kulit sekitarnya. Penyebabnya adalah Epidermophyton floccosum atau Trichophyton sp.
6.1   Tinea versicolor (panu)
Merupakan mikosis superfisial dengan gejala berupa bercak putih kekuning-kuningan disertai rasa gatal, biasanya pada kulit dada, bahu punggung, axilla, leher dan perut bagian atas. Penyebabnya adalah Malassezia furtur.
7.1   Tinea circinata (Tinea corporis)
Merupakan mikosis superfisial berbentuk bulat-bulat (cincin) dimana terjadinya jaringan granulamatous, pengelupasan lesi kulit disertai rasa gatal. Gejalanya bermula berupa papula kemerahan yang melebar.
8.1   Otomycosis (Mryngomycosis)
Merupakan mikosis superfisial yang menyerang lubang telinga dan kulit di sekitarnya yang menimbulkan rasa gatal dan sakit. Bila ada infeksi sekunder akan menjadi bernanah. Penyebabnya adalah Epidermophyton floccosum dan Trichophyton sp.





ASUHAN KEPERAWATAN TINEA KRURIS

1)     DEFINISI Tinea adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya lapisan terataspada kulit pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan golongan jamur dermatofita(jamur yang menyerang kulit). Tinea kruris sendiri merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur pada daerah genitokrural (selangkangan), sekitar anus, bokong dan kadang-kadangsampai perut bagian bawah.Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar anus. Kelainan inidapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsun seumurhidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerahgenito-krural saja atau bahkan meluas ke daerahsekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain. Tinea crurismempunyai nama lain eczema marginatum, jockey itch, ringworm of the groin, dhobie itch(Rasad, Asri, Prof.Dr. 2005)Tinea cruris adalah infeksi dari permukaan kulit yang mempengaruhi daerah pangkal paha,termasuk alat kelamin , daerah kemaluan dandaerah perianal . Hal ini terutama mempengaruhiorang-orang dan dominan cuaca hangat dan lembab.

2)     ETIOLOGI

Penyebab utama dari tinea cruris Trichopyhton rubrum (90%) danEpidermophython fluccosumTrichophyton mentagrophytes (4%), Trichopyhton tonsurans (6%) (Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003)Pria lebih sering terkena daripada wanita. Maserasi dan oklusi kulit lipat paha menyebabkanpeningkatan suhu dan kelembaban kulit yang akan memudahkan infeksi. Tinea kruris biasanyatimbul akibat penjalaran infeksi dari bagian tubuh lain. Penularan juga dapat terjadi melaluikontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak langsung melalui benda yangmengandung jamur, misalnya handuk, lantai kamar mandi, tempat tidur hotel dan lain-lain.

3)     EPIDEMIOLOGI
Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak di daerah tropis. Angka kejadianlebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki dibandingkan perempuan. Tidak adakematian yang berhubungan dengan tinea cruris.Jamur ini sering terjadi pada orang yangkurang memperhatikan kebersihan diri atau lingkungan sekitar yang kotor dan lembab
4)     PATOFISIOLOGI
Cara penularan jamur dapat secara angsung maupun tidak langsung. Penularan langsung dapatsecara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari manusia, binatang, atau tanah.Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, pakaian debu.Agen penyebabjuga dapat ditularkan melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk atau spreipenderita atau autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan tinea manum. Jamur inimenghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat memudahkan invasi kestratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya didalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi ke jaringanepidermis dan menimbulkan reaksi peradangan. Pertumbuhannya dengan pola radial distratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan meninggi(ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi suatu reaksiperadangan.Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah:
a.  Faktor virulensi dari dermatofitaVirulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik, zoofilik, geofilik. Selainafinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu dengan yang lain dalam hal afinitasterhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh misalnya: Trichopyhton rubrum jarangmenyerang rambut, Epidermophython fluccosum paling sering menyerang liapt paha bagiandalam.
b.  Faktor  trauma Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.
c.  Faktor suhu dan kelembapanKedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada lokalisasi ataulokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela jari paling sering terserangpenyakit jamur.d. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat insiden penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah sering ditemukan daripadagolongan ekonomi yang baik e. Faktor umur dan jenis kelamin

5)     Manifestasi klinis

a.      Anamnesis
Keluhan penderita adalah rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis dan dapat meluas ke sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke supra pubis dan abdomen bagian bawah. Rasa gatal akan semakin meningkat jika banyak berkeringat. Riwayat pasien sebelumnya adalah pernah memiliki keluhan yang sama. Pasien berada pada tempat yang beriklim agak lembab, memakai pakaian ketat, bertukar pakaian dengan orang lain, aktif berolahraga, menderita diabetes mellitus. Penyakit ini dapat menyerang pada tahanan penjara, tentara, atlit olahraga dan individu yang beresiko terkena dermatophytosis.
b.      Pemeriksaan Fisik
Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan sekunder. Makula eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari papula atau pustula. Jika kronis atau menahun maka efloresensi yang tampak hanya makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai likenifikasi. Garukan kronis dapat menimbulkan gambaran likenifikasi.
Manifestasi tinea cruris :
1.       Makula eritematus dengan central healing di lipatan inguinal, distal lipat paha, dan proksimal dari abdomen bawah dan pubis
2.       Daerah bersisik
3.       Pada infeksi akut, bercak-bercak mungkin basah dan eksudatif
4.       Pada infeksi kronis makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai likenifikasi
5.       Area sentral biasanya hiperpigmentasi dan terdiri atas papula eritematus yang tersebar dan sedikit skuama
6.       Penis dan skrotum jarang atau tidak terkena
7.       Perubahan sekunder dari ekskoriasi, likenifikasi, dan impetiginasi mungkin muncul karena garukan
8.       Infeksi kronis bisa oleh karena pemakaian kortikosteroid topikal sehingga tampak kulit eritematus, sedikit berskuama, dan mungkin terdapat pustula folikuler
9.       Hampir setengah penderita tinea cruris berhubungan dengan tinea pedis (Wiederkehr, Michael. 2008).

6)     PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan mikologik untuk membantu penegakan diagnosis terdiri atas pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis berupa kerokan kulit yang sebelumnya dibersihkan dengan alkohol 70%.

1.      Pemeriksaan Dengan Sediaan Basah
Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% → kerok skuama dari bagian tepi lesi dengan memakai scalpel atau pinggir gelas → taruh di obyek glass → tetesi KOH 10-15 % 1-2 tetes → tunggu 10-15 menit untuk melarutkan jaringan → lihat di mikroskop dengan pembesaran 10-45 kali, akan didapatkan hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit yang lama atau sudah diobati, dan miselium
2.      Pemeriksaan Kultur Dengan Sabouraud Agar
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada medium saboraud dengan ditambahkan chloramphenicol dan cyclohexamide (mycobyotic-mycosel) untuk menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan. Identifikasi jamur biasanya antara 3-6 minggu (Wiederkehr, Michael. 2008)
3.      Punch biopsi
Dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis namun sensitifitasnya dan spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan Peridoc Acid–Schiff, jamur akan tampak merah muda atau menggunakan pengecatan methenamin silver, jamur akan tampak coklat atau hitam (Wiederkehr, Michael. 2008).
4.      Penggunaan lampu wood bisa digunakan untuk menyingkirkan adanya eritrasma dimana akan tampak floresensi merah bata(Wiederkehr, Michael. 2008).

Pada infeksi tinea cruris tanpa komplikasi biasanya dapat dipakai anti jamur topikal saja dari golongan imidazole dan allynamin yang tersedia dalam beberapa formulasi. Semuanya memberikan keberhasilan terapi yang tinggi 70-100% dan jarang ditemukan efek samping. Obat ini digunakan pagi dan sore hari kira-kira 2-4 minggu. Terapi dioleskan sampai 3 cm diluar batas lesi, dan diteruskan sekurang-kurangnya 2 minggu setelah lesi menyembuh. Terapi sistemik dapat diberikan jika terdapat kegagalan dengan terapi topikal, intoleransi dengan terapi topikal. Sebelum memilih obat sistemik hendaknya cek terlebih dahulu interaksi obat-obatan tersebut. Diperlukan juga monitoring terhadap fungsi hepar apabila terapi sistemik diberikan lebih dari 4 mingggu.Pengobatan anti jamur untuk Tinea cruris dapat digolongkan dalam emapat golongan yaitu: golongan azol, golongan alonamin, benzilamin dan golongan lainnya seperti siklopiros,tolnaftan, haloprogin. Golongan azole ini akan menghambat enzim lanosterol 14 alpha demetylase (sebuah enzim yang berfungsi mengubah lanosterol ke ergosterol), dimana truktur tersebut merupakankomponen penting dalam dinding sel jamur. Goongan Alynamin menghambat keja dari squalen epokside yang merupakan enzim yang mengubah squalene ke ergosterol yang berakibat akumulasi toksik squalene didalam sel dan menyebabkan kematian sel. Dengan penghambatan enzim-enzim tersebut mengakibatkan kerusakan membran sel sehingga ergosterol tidak terbentuk. Golongan benzilamin mekanisme kerjanya diperkirakan sama dengan golongan alynamin sedangkan golongan lainnya sama dengan golongan azole. Pengobatan tinea cruris tersedia dalam bentuk pemberian topikal dan sistemik:

Obat secara topikal yang digunakan dalam tinea cruris adalah:
1. Golongan Azol
a. Clotrimazole (Lotrimin, Mycelec)
                                Merupakan obat pilihan pertama yang digunakan dalam pengobatan tinea cruris karena bersifat broad spektrum antijamur yang mekanismenya menghambat pertumbuhan ragi dengan mengubah permeabilitas membran sel sehingga sel-sel jamur mati. Pengobatan dengan clotrimazole ini bisa dievaluasi setelah 4 minggu jika tanpa ada perbaikan klinis. Penggunaan pada anak-anak sama seperti dewasa. Obat ini tersedia dalam bentuk kream 1%, solution, lotion. Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Tidakada kontraindikasi obat ini, namun tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukan hipersensitivitas, peradangan infeksi yang luas dan hinari kontak mata.

b. Mikonazole (icatin, Monistat-derm)
                                Mekanisme kerjanya dengan selaput dinding sel jamur yang rusak akanmenghambat biosintesis dari ergosterol sehingga permeabilitas membran sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Tersedia dalam bentuk cream 2%, solution, lotio, bedak. Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Penggunaan pada anak sama dengan dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.

c. Econazole (Spectazole)
                                Mekanisme kerjanya efektif terhadap infeksi yang berhubungan dengan kulit yaitu menghambat RNA dan sintesis, metabolisme protein sehingga mengganggu permeabilitas dinding sel jamur dan menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ecnazole dapat dilakukan dalam 2-4 minggu dengan cara dioleskan sebanyak 2kali atau 4 kali dalam sediaan cream 1%.. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.

d. Ketokonazole (Nizoral)
                                Mekanisme kerja ketokonazole sebagai turunan imidazole yang bersifat broad spektrum akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ketokonazole dapat dilakukan selama 2-4 minggu. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.

e. Oxiconazole (Oxistat)
                                Mekanisme oxiconazole kerja yang bersifat broad spektrum akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan oxiconazole dapat dilakukan selama 2-4 minggu. Tersedia dalam bentk cream 1% atau bedak kocok. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun penggunaan sama dengan orang dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas dan hanya digunakan untuk pemakaian luar.

f. Sulkonazole (Exeldetm)
                                Sulkonazole merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik tangkapnya yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan kebocoran komponen sel, sehingga menyebabkan kematian sel jamur. Tersedia dalam bentuk cream 1% dan solutio. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun penggunaan sama dengan orang dewasa (dioleskan pada daerah yang terkena selama 2-4 minggu sebanyak 4 kali sehari).

2. Golongan alinamin

a. Naftifine (Naftin)

                                Bersifat broad spektrum anti jamur dan merupakan derivat sintetik dari alinamin yang mekanisme kerjanya mengurangi sintesis dari ergosterol sehingga menyebabkan pertumbuhan sel amur terhambat. Pengobatan dengan naftitine dievaluasi setelah 4 minggu jika tidak ada perbaikan klinis. Tersedia dalam bentuk 1% cream dan lotion. . Penggunaan pada anak sama dengan dewasa ( dioleskan 4 kali sehari selama 2-4minggu).

b. Terbinafin (Lamisil)
                                Merupakan derifat sintetik dari alinamin yang bekerja menghambat skualen epoxide yang merupakan enzim kunci dari biositesis sterol jamur yang menghasilkan kekurangan ergosterol yang menyebabkan kematian sel jamur. Secara luas pada penelitian melaporkan keefektifan penggunaan terbinafin. Terbenafine dapat ditoleransi penggunaanya pada anak-anak. Digunakan selama 1-4 minggu.

3. Golongan Benzilamin
a. Butenafine (mentax)
                                Anti jamur yang poten yang berhuungan dengan alinamin. Kerusakan membran sel jamur menyebabkan sel jamur terhambat pertumbuhannya. Digunakan dalam bentuk cream 1%, diberikan selama 2-4 minggu. Pada anak tidak dianjurkan. Untuk dewasa dioleskan sebanyak 4kali sehari.
4. Golongan lainnya
a. Siklopiroks (Loprox)
Memiliki sifat broad spektrum anti fungal. Kerjanya berhubunan dengan sintesi DNA
b. Haloprogin (halotex)
Tersedia dalam bentuk solution atau spray, 1% cream. Digunakan selama 2-4minggu dan dioleskan sebanyak 3kali sehari.
c. Tolnaftate
Tersedia dalam cream 1%,bedak,solution. Dioleskan 2kali sehari selama 2-4 minggu(Wiederkehr, Michael. 2008).

Pengobatan secara sistemik dapat digunakan untuk untuk lesi yang luas atau gagal dengan pengobatan topikal, berikut adalah obat sistemik yang digunakan dalam pengobatan tinea cruris:
a. Ketokonazole
Sebagai turunan imidazole, ketokonazole merupakan obat jamur oral yangberspektrum luas. Kerja obat ini fungistatik. Pemberian 200mg/hari selama 2-4 minggu.


b. Itrakonazole
Sebagai turunan triazole, itrakonazole merupakan obat anti jamur oral yang berspektrum luas yang menghambat pertumbuhan sel jamur dengan menghambat sitokrom P-450 dependent sintetis dari ergosterol yang merupakan komponen penting pada selaput sel jamur.Pada penelitian disebutkan bahwa itrakonazole lebih baik daripada griseofulvin dengan hasil terbaik 2-3 minggu setelah perawatan. Dosis dewasa 200mg po selam 1 minggu dan dosis dapat dinaikkan 100mg jika tidak ada perbaikan tetpi tidak boleh melebihi 400mg/hari.Untuk anak-anak 5mg/hari PO selama 1 minggu. Obat ini dikontraindikasikan pada penderita yang hipersensitivitas, dan jangan diberikan bersama dengan cisapride karena berhubunngan dengan aritmia jantung.

c. Griseofulfin
Termasuk obat fungistatik, bekerja dengan menghambat mitosis sel jamur dengan mengikat mikrotubuler dalam sel. Obat ini lebih sedikit tingkat keefektifannya dibanding itrakonazole. Pemberian dosis pada dewasa 500mg microsize (330-375 mg ultramicrosize) PO selama 2-4minggu, untuk anak 10-25 mg/kg/hari Po atau 20 mg microsize /kg/hari
d. Terbinafine
Pemberian secara oral pada dewasa 250g/hari selama 2 minggu). Pada anak pemberian secara oral disesuaikan dengan berat badan:
 12-20kg :62,5mg/hari selama 2 minggu
Ø
 20-40kg :125mg/ hari selama 2 minggu
Ø
Ø >40kg:250mg/ hari selama 2 minggu
Edukasi kepada pasien di rumah :
1. Anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering
2. Bila gatal, jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan infeksi.
3. Jaga kebersihan kulit dan kaki bila berkeringat keringkan dengan handuk dan mengganti pakaian yang lembab
4. Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat seperti katun, tidak ketat dan ganti setiap hari.
5. Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk yang digunakan penderita harus segera dicuci dan direndam air panas.
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
A. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mengklasifikasikan suatu pemahaman sehingga perlu ada kesepakatan antara pemeriksa dan pasien. Wawancara harus efektif dan harus memahami perasaan pasien sehingga pasien lebih terbuka. Dibawah ini adalah wawancara pada pasien gangguan sistem integumen, sebagai data fokus.
1. Kapan pasien pertama kali mengetahui masalah penyakit kulit ini ( demikian pula selidiki durasi dan intensitasnya)?
2. Apakah masalah penyakit kulit yang dideritanya pernah terjadi sebelumnya?
3. Apa ada gejala yang lain?
4. Pada kulit bagian mana tempat pertama kali terkena?
5. Bagaimana ruam atau lesi tersebut terlihat ketika muncul pertama kalinya?
6. Pada bagian mana dan seberapa cepat penyebaranya?
7. Apakah terdapat rasa gatal, terbakar, kesemutan atau seperti ada yang merayap?
8. Apakah ada gangguan kemampuan untuk merasa?
9. Apakah masalah tersebut menjadi bertambah parah pada waktu atau musim tertentu?
10. Apakah pasien dapat menjelaskan bagaimana kelainan tersebut berawal
11. Apakah pasien memiliki riwayat hay fever, asma, biduran, eczema atau alergi?
12. Apakah ada diantara anggota keluarga anda yang mengalami masalah kulit?
13. Apakah erupsi kulit tersebut muncul sesudah makan-makanan tertentu?
14. Apakah baru-baru ini pasien mulai mengkonsumsi alkohol?
15. Apakah ada hubungan antara kejadian tertentu dengan masa ruam atau lesi?
16. Obat-obatan apa yang anda gunakan?
17. Obat oles 9krim, salep, lotion) apa yang anda gunakan untuk mengobati lesi tersebut (termasuk obat-obat yang dapat dibeli bebas di toko obat)?
18. Produk kosmetik atau preparat perawatan kulit apa yang anda gunakan?
19. Apa pekerjaan anda?
20. Apakah pada lingkungan disekitar anda terdapat faktor-faktor (tanaman, hewan, zat-zat kimia, infeksi) yang dapat mencetuskan masalah penyakit kulit ini?
21. Apakah ada sesuatu yang baru atau perubahan apapun dalam lingkungan tersebut?
22. Apakah ada sesuatu yang ketika mengenai kulit anda menyebabkan terjadinya ruam?
B. Pengkajian Fisik
1. Pengkajian Kulit
a. Inspeksi
Pasien berada dalam ruangan yang terang dan hangat, pemeriksa menggunakan penlight untuk menyinari lesi sehingga pemeriksa akan melihat apakah keadaan kulit pasien, meliputi:
• Warna kulit : ......................
• Kelembaban kulit : .......................
• Tekstur kulit : .......................
• Lesi : .......................
• Vaskularisasi : .......................
• Mobilitas kondisi rambut serta kuku: .......................
• Turgor kulit : .......................
• Edema : ........................
• Warna kebiruan, sianosis (hipiksia
seluler) dapat dilihat pada ekstremitas
dan dasar kuku, bibir, membran
mukosa: ..........................................
• Ikterus (kulit yang menguning) akibat
kenaikan bilirubin :................................
• Skelera membran mukosa :.......................
• Perubahan vaskular (petekie) :.....................
• Ekimosis :....................................................
b. Palpasi
Dalam melakukan tindakan ini pemeriksa harus menggunakan sarung tangan, guna melindungi dari terpaparnya penyakit pasien. Tindakan ini dimaksudkan untuk memeriksa:
• Turgor kulit : .............................
• Edema : ..............................
• Elastisitas kulit : .............................
C. Riwayat kesehatan keluarga
D. Riwayat psikologi dan spritual
a. Adaptasi orang terdekat dengan pasien
b. Interaksi dalam keluarga
c. Dampak penyakit pasien terhadap keluarga
d. Masalah yang mempengaruhi pasien dan pemecahan masalah
E. Penatalaksanaan
a) Biopsi kulit
Dilakukan pada nodul yang tidak jelas untuk pengambilan jaringan
b) Imunofluorensi (IF) untuk melakukan identifikasi reaksi imun
c) Tes IF pada kulit (Direc IF Tes) untuk mengidentifikasi auto antibodi terhadap bagian-bagian kulit
d) Indirec IF test untuk mendeteksi antibody spesifik dalam serum pasien
e) Paetch test untuk mengenali penyebab alergi pasien pada dermatitis
f) Pengerokan kulit untuk mengetahui jenis jamur
g) Apus Tzanck untuk mengetahui sel kulit yang mengalami pelepuhan (herpes zoster, varisela, herpes simpleks, pempigus)
h) Cahaya wood adalah sinar ultra violet untuk membedakan lesi epidermis dan lesi dermis serta hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.
i) Foto kulit untuk mengetahui sifat dan luasnya kelainan, untuk menentukan progresivitas/perbaikan setelah terapi

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan kenyamanan (nyeri, gatal)
Defenisi : Keadaan dimana individu mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dalam berespons terhadap suatu rangsangan yang berbahaya.
Batasan Mayor : Klien memperlihatkan atau melaporkan ketidaknyamanan
Batasan minor :
• Respons autonom pada nyeri akut
• Nadi meningkat
• Sikap / posisi berhati hati
• Raut wajah kesakitan
• Pruritis

Intervensi
1. Teliti keluhan nyeri tentang lokasi, intensitas khusus (skala 0-10). Catat faktor peningkatan nyeri. Beri lingkungan tenang
2. Dorong teknik relaksasi (bimbingan imajinasi, visualisasi) aktivitas hiburan (radio & TV)
3. Pertahankan perawatan kulit, dengan teknik septik aseptik
4. Kolaborasi untuk pemberian analgetik (memperidin)
Rasional
1. Nyeri sering menyebar terlokalisir menunjukan terjadinya abses (proses inflamasi) menunjukkan berat ringannya nyeri
2. Meningkatkan relaksasi dan memampukan klien untuk memfokuskan perhatian, dapat meningkatkan koping
3. Mencegah perluasan infeksi
4. Memperidin biasanya efektif untuk menghilangkan nyeri

Evaluasi
Nyeri berkurang / hilang (rasa nyaman terpenuhi)
a. Nadi normal
b. Aktifitas lancar
c. Raut wajah tenang




Facebook Twitter RSS