KMB Integument

bagi para agan-agan yang kena penyakit kulit ne penjelasn tentang penyakit kulit dari negeri panu ampe herpes ato ampe kolat.......wkwkwkwkkw

checkckidotzzz.......

d. Tidak terjadi pruritis (gatal) PENDAHULUAN
Jamur merupakan salah satu mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia. Penyakit yang disebabkan jamur pada manusia disebut mikosis, yaitu mikosis superficial dan mikosis sistemik. Mikosis superfisial merupakan mikosis yang menyerang kulit, kuku, dan rambut terutama disebabkan oleh 3 genera jamur, yaitu Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton. Sedangkan mikosis sistemik merupakan mikosis yang menyerang alat-alat dalam, seperti jaringan sub-cutan, paru-paru, ginjal, jantung, mukosa mulut, usus, dan vagina.
Beberapa jenis mikosis superfisial antara lain sebagai berikut.
1.1   Tinea capitis
Merupakan infeksi jamur yang menyerang stratum corneum kulit kepala dan rambut kepala, yang disebabkan oleh jamur Mycrosporum dan Trichophyton. Gejalnya adalah rambut yang terkena tampak kusam, mudah patah dan tinggal rambut yang pendek-pendek pada daerah yang botak. Pada infeksi yang berat dapat menyebabkan edematous dan bernanah.
2.1   Tinea favosa
Merupakan infeksi pada kulit kepala, kulit badan yang tidak berambut dan kuku. Penyebabnya adalah Trichophyton schoenleinii. Gejalnya berupa bintik-bintik putih pada kulit kepala kemudian membesar membentuk kerak yang berwarna kuning kotor. Kerak ini sangat lengket daln bila diangkat akan meninggalkan luka basah atau bernanah.
3.1   Tinea barbae
Merupakan infeksi jamur yang menyerang daerah yang berjanggut dan kulit leher, rambut dan folikel rambut. Penyebabnya adalah Trichophyton mentagrophytes, Trichophyton violaceum, Microsporum cranis.
4.1   Dermatophytosis (Tinea pedis, Athele foot)
Merupakan infeksi jamur superfisial yang kronis mengenai kulit terutama kulit di sela-sela jari kaki. Dalam kondisi berat dapat bernanah. Penyebabnya adalah Trichophyton sp.
5.1   Tinea cruris
Merupakan infeksi mikosis superfisial yang mengenai paha bagian atas sebelah dalam. Pada kasus yang berat dapat pula mengenai kulit sekitarnya. Penyebabnya adalah Epidermophyton floccosum atau Trichophyton sp.
6.1   Tinea versicolor (panu)
Merupakan mikosis superfisial dengan gejala berupa bercak putih kekuning-kuningan disertai rasa gatal, biasanya pada kulit dada, bahu punggung, axilla, leher dan perut bagian atas. Penyebabnya adalah Malassezia furtur.
7.1   Tinea circinata (Tinea corporis)
Merupakan mikosis superfisial berbentuk bulat-bulat (cincin) dimana terjadinya jaringan granulamatous, pengelupasan lesi kulit disertai rasa gatal. Gejalanya bermula berupa papula kemerahan yang melebar.
8.1   Otomycosis (Mryngomycosis)
Merupakan mikosis superfisial yang menyerang lubang telinga dan kulit di sekitarnya yang menimbulkan rasa gatal dan sakit. Bila ada infeksi sekunder akan menjadi bernanah. Penyebabnya adalah Epidermophyton floccosum dan Trichophyton sp.





ASUHAN KEPERAWATAN TINEA KRURIS

1)     DEFINISI Tinea adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya lapisan terataspada kulit pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan golongan jamur dermatofita(jamur yang menyerang kulit). Tinea kruris sendiri merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur pada daerah genitokrural (selangkangan), sekitar anus, bokong dan kadang-kadangsampai perut bagian bawah.Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar anus. Kelainan inidapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsun seumurhidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerahgenito-krural saja atau bahkan meluas ke daerahsekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain. Tinea crurismempunyai nama lain eczema marginatum, jockey itch, ringworm of the groin, dhobie itch(Rasad, Asri, Prof.Dr. 2005)Tinea cruris adalah infeksi dari permukaan kulit yang mempengaruhi daerah pangkal paha,termasuk alat kelamin , daerah kemaluan dandaerah perianal . Hal ini terutama mempengaruhiorang-orang dan dominan cuaca hangat dan lembab.

2)     ETIOLOGI

Penyebab utama dari tinea cruris Trichopyhton rubrum (90%) danEpidermophython fluccosumTrichophyton mentagrophytes (4%), Trichopyhton tonsurans (6%) (Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003)Pria lebih sering terkena daripada wanita. Maserasi dan oklusi kulit lipat paha menyebabkanpeningkatan suhu dan kelembaban kulit yang akan memudahkan infeksi. Tinea kruris biasanyatimbul akibat penjalaran infeksi dari bagian tubuh lain. Penularan juga dapat terjadi melaluikontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak langsung melalui benda yangmengandung jamur, misalnya handuk, lantai kamar mandi, tempat tidur hotel dan lain-lain.

3)     EPIDEMIOLOGI
Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak di daerah tropis. Angka kejadianlebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki dibandingkan perempuan. Tidak adakematian yang berhubungan dengan tinea cruris.Jamur ini sering terjadi pada orang yangkurang memperhatikan kebersihan diri atau lingkungan sekitar yang kotor dan lembab
4)     PATOFISIOLOGI
Cara penularan jamur dapat secara angsung maupun tidak langsung. Penularan langsung dapatsecara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari manusia, binatang, atau tanah.Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, pakaian debu.Agen penyebabjuga dapat ditularkan melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk atau spreipenderita atau autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan tinea manum. Jamur inimenghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat memudahkan invasi kestratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya didalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi ke jaringanepidermis dan menimbulkan reaksi peradangan. Pertumbuhannya dengan pola radial distratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan meninggi(ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi suatu reaksiperadangan.Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah:
a.  Faktor virulensi dari dermatofitaVirulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik, zoofilik, geofilik. Selainafinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu dengan yang lain dalam hal afinitasterhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh misalnya: Trichopyhton rubrum jarangmenyerang rambut, Epidermophython fluccosum paling sering menyerang liapt paha bagiandalam.
b.  Faktor  trauma Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.
c.  Faktor suhu dan kelembapanKedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada lokalisasi ataulokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela jari paling sering terserangpenyakit jamur.d. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat insiden penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah sering ditemukan daripadagolongan ekonomi yang baik e. Faktor umur dan jenis kelamin

5)     Manifestasi klinis

a.      Anamnesis
Keluhan penderita adalah rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis dan dapat meluas ke sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke supra pubis dan abdomen bagian bawah. Rasa gatal akan semakin meningkat jika banyak berkeringat. Riwayat pasien sebelumnya adalah pernah memiliki keluhan yang sama. Pasien berada pada tempat yang beriklim agak lembab, memakai pakaian ketat, bertukar pakaian dengan orang lain, aktif berolahraga, menderita diabetes mellitus. Penyakit ini dapat menyerang pada tahanan penjara, tentara, atlit olahraga dan individu yang beresiko terkena dermatophytosis.
b.      Pemeriksaan Fisik
Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan sekunder. Makula eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari papula atau pustula. Jika kronis atau menahun maka efloresensi yang tampak hanya makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai likenifikasi. Garukan kronis dapat menimbulkan gambaran likenifikasi.
Manifestasi tinea cruris :
1.       Makula eritematus dengan central healing di lipatan inguinal, distal lipat paha, dan proksimal dari abdomen bawah dan pubis
2.       Daerah bersisik
3.       Pada infeksi akut, bercak-bercak mungkin basah dan eksudatif
4.       Pada infeksi kronis makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai likenifikasi
5.       Area sentral biasanya hiperpigmentasi dan terdiri atas papula eritematus yang tersebar dan sedikit skuama
6.       Penis dan skrotum jarang atau tidak terkena
7.       Perubahan sekunder dari ekskoriasi, likenifikasi, dan impetiginasi mungkin muncul karena garukan
8.       Infeksi kronis bisa oleh karena pemakaian kortikosteroid topikal sehingga tampak kulit eritematus, sedikit berskuama, dan mungkin terdapat pustula folikuler
9.       Hampir setengah penderita tinea cruris berhubungan dengan tinea pedis (Wiederkehr, Michael. 2008).

6)     PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan mikologik untuk membantu penegakan diagnosis terdiri atas pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis berupa kerokan kulit yang sebelumnya dibersihkan dengan alkohol 70%.

1.      Pemeriksaan Dengan Sediaan Basah
Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% → kerok skuama dari bagian tepi lesi dengan memakai scalpel atau pinggir gelas → taruh di obyek glass → tetesi KOH 10-15 % 1-2 tetes → tunggu 10-15 menit untuk melarutkan jaringan → lihat di mikroskop dengan pembesaran 10-45 kali, akan didapatkan hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit yang lama atau sudah diobati, dan miselium
2.      Pemeriksaan Kultur Dengan Sabouraud Agar
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada medium saboraud dengan ditambahkan chloramphenicol dan cyclohexamide (mycobyotic-mycosel) untuk menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan. Identifikasi jamur biasanya antara 3-6 minggu (Wiederkehr, Michael. 2008)
3.      Punch biopsi
Dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis namun sensitifitasnya dan spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan Peridoc Acid–Schiff, jamur akan tampak merah muda atau menggunakan pengecatan methenamin silver, jamur akan tampak coklat atau hitam (Wiederkehr, Michael. 2008).
4.      Penggunaan lampu wood bisa digunakan untuk menyingkirkan adanya eritrasma dimana akan tampak floresensi merah bata(Wiederkehr, Michael. 2008).

Pada infeksi tinea cruris tanpa komplikasi biasanya dapat dipakai anti jamur topikal saja dari golongan imidazole dan allynamin yang tersedia dalam beberapa formulasi. Semuanya memberikan keberhasilan terapi yang tinggi 70-100% dan jarang ditemukan efek samping. Obat ini digunakan pagi dan sore hari kira-kira 2-4 minggu. Terapi dioleskan sampai 3 cm diluar batas lesi, dan diteruskan sekurang-kurangnya 2 minggu setelah lesi menyembuh. Terapi sistemik dapat diberikan jika terdapat kegagalan dengan terapi topikal, intoleransi dengan terapi topikal. Sebelum memilih obat sistemik hendaknya cek terlebih dahulu interaksi obat-obatan tersebut. Diperlukan juga monitoring terhadap fungsi hepar apabila terapi sistemik diberikan lebih dari 4 mingggu.Pengobatan anti jamur untuk Tinea cruris dapat digolongkan dalam emapat golongan yaitu: golongan azol, golongan alonamin, benzilamin dan golongan lainnya seperti siklopiros,tolnaftan, haloprogin. Golongan azole ini akan menghambat enzim lanosterol 14 alpha demetylase (sebuah enzim yang berfungsi mengubah lanosterol ke ergosterol), dimana truktur tersebut merupakankomponen penting dalam dinding sel jamur. Goongan Alynamin menghambat keja dari squalen epokside yang merupakan enzim yang mengubah squalene ke ergosterol yang berakibat akumulasi toksik squalene didalam sel dan menyebabkan kematian sel. Dengan penghambatan enzim-enzim tersebut mengakibatkan kerusakan membran sel sehingga ergosterol tidak terbentuk. Golongan benzilamin mekanisme kerjanya diperkirakan sama dengan golongan alynamin sedangkan golongan lainnya sama dengan golongan azole. Pengobatan tinea cruris tersedia dalam bentuk pemberian topikal dan sistemik:

Obat secara topikal yang digunakan dalam tinea cruris adalah:
1. Golongan Azol
a. Clotrimazole (Lotrimin, Mycelec)
                                Merupakan obat pilihan pertama yang digunakan dalam pengobatan tinea cruris karena bersifat broad spektrum antijamur yang mekanismenya menghambat pertumbuhan ragi dengan mengubah permeabilitas membran sel sehingga sel-sel jamur mati. Pengobatan dengan clotrimazole ini bisa dievaluasi setelah 4 minggu jika tanpa ada perbaikan klinis. Penggunaan pada anak-anak sama seperti dewasa. Obat ini tersedia dalam bentuk kream 1%, solution, lotion. Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Tidakada kontraindikasi obat ini, namun tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukan hipersensitivitas, peradangan infeksi yang luas dan hinari kontak mata.

b. Mikonazole (icatin, Monistat-derm)
                                Mekanisme kerjanya dengan selaput dinding sel jamur yang rusak akanmenghambat biosintesis dari ergosterol sehingga permeabilitas membran sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Tersedia dalam bentuk cream 2%, solution, lotio, bedak. Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Penggunaan pada anak sama dengan dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.

c. Econazole (Spectazole)
                                Mekanisme kerjanya efektif terhadap infeksi yang berhubungan dengan kulit yaitu menghambat RNA dan sintesis, metabolisme protein sehingga mengganggu permeabilitas dinding sel jamur dan menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ecnazole dapat dilakukan dalam 2-4 minggu dengan cara dioleskan sebanyak 2kali atau 4 kali dalam sediaan cream 1%.. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.

d. Ketokonazole (Nizoral)
                                Mekanisme kerja ketokonazole sebagai turunan imidazole yang bersifat broad spektrum akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ketokonazole dapat dilakukan selama 2-4 minggu. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.

e. Oxiconazole (Oxistat)
                                Mekanisme oxiconazole kerja yang bersifat broad spektrum akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan oxiconazole dapat dilakukan selama 2-4 minggu. Tersedia dalam bentk cream 1% atau bedak kocok. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun penggunaan sama dengan orang dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas dan hanya digunakan untuk pemakaian luar.

f. Sulkonazole (Exeldetm)
                                Sulkonazole merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik tangkapnya yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan kebocoran komponen sel, sehingga menyebabkan kematian sel jamur. Tersedia dalam bentuk cream 1% dan solutio. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun penggunaan sama dengan orang dewasa (dioleskan pada daerah yang terkena selama 2-4 minggu sebanyak 4 kali sehari).

2. Golongan alinamin

a. Naftifine (Naftin)

                                Bersifat broad spektrum anti jamur dan merupakan derivat sintetik dari alinamin yang mekanisme kerjanya mengurangi sintesis dari ergosterol sehingga menyebabkan pertumbuhan sel amur terhambat. Pengobatan dengan naftitine dievaluasi setelah 4 minggu jika tidak ada perbaikan klinis. Tersedia dalam bentuk 1% cream dan lotion. . Penggunaan pada anak sama dengan dewasa ( dioleskan 4 kali sehari selama 2-4minggu).

b. Terbinafin (Lamisil)
                                Merupakan derifat sintetik dari alinamin yang bekerja menghambat skualen epoxide yang merupakan enzim kunci dari biositesis sterol jamur yang menghasilkan kekurangan ergosterol yang menyebabkan kematian sel jamur. Secara luas pada penelitian melaporkan keefektifan penggunaan terbinafin. Terbenafine dapat ditoleransi penggunaanya pada anak-anak. Digunakan selama 1-4 minggu.

3. Golongan Benzilamin
a. Butenafine (mentax)
                                Anti jamur yang poten yang berhuungan dengan alinamin. Kerusakan membran sel jamur menyebabkan sel jamur terhambat pertumbuhannya. Digunakan dalam bentuk cream 1%, diberikan selama 2-4 minggu. Pada anak tidak dianjurkan. Untuk dewasa dioleskan sebanyak 4kali sehari.
4. Golongan lainnya
a. Siklopiroks (Loprox)
Memiliki sifat broad spektrum anti fungal. Kerjanya berhubunan dengan sintesi DNA
b. Haloprogin (halotex)
Tersedia dalam bentuk solution atau spray, 1% cream. Digunakan selama 2-4minggu dan dioleskan sebanyak 3kali sehari.
c. Tolnaftate
Tersedia dalam cream 1%,bedak,solution. Dioleskan 2kali sehari selama 2-4 minggu(Wiederkehr, Michael. 2008).

Pengobatan secara sistemik dapat digunakan untuk untuk lesi yang luas atau gagal dengan pengobatan topikal, berikut adalah obat sistemik yang digunakan dalam pengobatan tinea cruris:
a. Ketokonazole
Sebagai turunan imidazole, ketokonazole merupakan obat jamur oral yangberspektrum luas. Kerja obat ini fungistatik. Pemberian 200mg/hari selama 2-4 minggu.


b. Itrakonazole
Sebagai turunan triazole, itrakonazole merupakan obat anti jamur oral yang berspektrum luas yang menghambat pertumbuhan sel jamur dengan menghambat sitokrom P-450 dependent sintetis dari ergosterol yang merupakan komponen penting pada selaput sel jamur.Pada penelitian disebutkan bahwa itrakonazole lebih baik daripada griseofulvin dengan hasil terbaik 2-3 minggu setelah perawatan. Dosis dewasa 200mg po selam 1 minggu dan dosis dapat dinaikkan 100mg jika tidak ada perbaikan tetpi tidak boleh melebihi 400mg/hari.Untuk anak-anak 5mg/hari PO selama 1 minggu. Obat ini dikontraindikasikan pada penderita yang hipersensitivitas, dan jangan diberikan bersama dengan cisapride karena berhubunngan dengan aritmia jantung.

c. Griseofulfin
Termasuk obat fungistatik, bekerja dengan menghambat mitosis sel jamur dengan mengikat mikrotubuler dalam sel. Obat ini lebih sedikit tingkat keefektifannya dibanding itrakonazole. Pemberian dosis pada dewasa 500mg microsize (330-375 mg ultramicrosize) PO selama 2-4minggu, untuk anak 10-25 mg/kg/hari Po atau 20 mg microsize /kg/hari
d. Terbinafine
Pemberian secara oral pada dewasa 250g/hari selama 2 minggu). Pada anak pemberian secara oral disesuaikan dengan berat badan:
 12-20kg :62,5mg/hari selama 2 minggu
Ø
 20-40kg :125mg/ hari selama 2 minggu
Ø
Ø >40kg:250mg/ hari selama 2 minggu
Edukasi kepada pasien di rumah :
1. Anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering
2. Bila gatal, jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan infeksi.
3. Jaga kebersihan kulit dan kaki bila berkeringat keringkan dengan handuk dan mengganti pakaian yang lembab
4. Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat seperti katun, tidak ketat dan ganti setiap hari.
5. Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk yang digunakan penderita harus segera dicuci dan direndam air panas.
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
A. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mengklasifikasikan suatu pemahaman sehingga perlu ada kesepakatan antara pemeriksa dan pasien. Wawancara harus efektif dan harus memahami perasaan pasien sehingga pasien lebih terbuka. Dibawah ini adalah wawancara pada pasien gangguan sistem integumen, sebagai data fokus.
1. Kapan pasien pertama kali mengetahui masalah penyakit kulit ini ( demikian pula selidiki durasi dan intensitasnya)?
2. Apakah masalah penyakit kulit yang dideritanya pernah terjadi sebelumnya?
3. Apa ada gejala yang lain?
4. Pada kulit bagian mana tempat pertama kali terkena?
5. Bagaimana ruam atau lesi tersebut terlihat ketika muncul pertama kalinya?
6. Pada bagian mana dan seberapa cepat penyebaranya?
7. Apakah terdapat rasa gatal, terbakar, kesemutan atau seperti ada yang merayap?
8. Apakah ada gangguan kemampuan untuk merasa?
9. Apakah masalah tersebut menjadi bertambah parah pada waktu atau musim tertentu?
10. Apakah pasien dapat menjelaskan bagaimana kelainan tersebut berawal
11. Apakah pasien memiliki riwayat hay fever, asma, biduran, eczema atau alergi?
12. Apakah ada diantara anggota keluarga anda yang mengalami masalah kulit?
13. Apakah erupsi kulit tersebut muncul sesudah makan-makanan tertentu?
14. Apakah baru-baru ini pasien mulai mengkonsumsi alkohol?
15. Apakah ada hubungan antara kejadian tertentu dengan masa ruam atau lesi?
16. Obat-obatan apa yang anda gunakan?
17. Obat oles 9krim, salep, lotion) apa yang anda gunakan untuk mengobati lesi tersebut (termasuk obat-obat yang dapat dibeli bebas di toko obat)?
18. Produk kosmetik atau preparat perawatan kulit apa yang anda gunakan?
19. Apa pekerjaan anda?
20. Apakah pada lingkungan disekitar anda terdapat faktor-faktor (tanaman, hewan, zat-zat kimia, infeksi) yang dapat mencetuskan masalah penyakit kulit ini?
21. Apakah ada sesuatu yang baru atau perubahan apapun dalam lingkungan tersebut?
22. Apakah ada sesuatu yang ketika mengenai kulit anda menyebabkan terjadinya ruam?
B. Pengkajian Fisik
1. Pengkajian Kulit
a. Inspeksi
Pasien berada dalam ruangan yang terang dan hangat, pemeriksa menggunakan penlight untuk menyinari lesi sehingga pemeriksa akan melihat apakah keadaan kulit pasien, meliputi:
• Warna kulit : ......................
• Kelembaban kulit : .......................
• Tekstur kulit : .......................
• Lesi : .......................
• Vaskularisasi : .......................
• Mobilitas kondisi rambut serta kuku: .......................
• Turgor kulit : .......................
• Edema : ........................
• Warna kebiruan, sianosis (hipiksia
seluler) dapat dilihat pada ekstremitas
dan dasar kuku, bibir, membran
mukosa: ..........................................
• Ikterus (kulit yang menguning) akibat
kenaikan bilirubin :................................
• Skelera membran mukosa :.......................
• Perubahan vaskular (petekie) :.....................
• Ekimosis :....................................................
b. Palpasi
Dalam melakukan tindakan ini pemeriksa harus menggunakan sarung tangan, guna melindungi dari terpaparnya penyakit pasien. Tindakan ini dimaksudkan untuk memeriksa:
• Turgor kulit : .............................
• Edema : ..............................
• Elastisitas kulit : .............................
C. Riwayat kesehatan keluarga
D. Riwayat psikologi dan spritual
a. Adaptasi orang terdekat dengan pasien
b. Interaksi dalam keluarga
c. Dampak penyakit pasien terhadap keluarga
d. Masalah yang mempengaruhi pasien dan pemecahan masalah
E. Penatalaksanaan
a) Biopsi kulit
Dilakukan pada nodul yang tidak jelas untuk pengambilan jaringan
b) Imunofluorensi (IF) untuk melakukan identifikasi reaksi imun
c) Tes IF pada kulit (Direc IF Tes) untuk mengidentifikasi auto antibodi terhadap bagian-bagian kulit
d) Indirec IF test untuk mendeteksi antibody spesifik dalam serum pasien
e) Paetch test untuk mengenali penyebab alergi pasien pada dermatitis
f) Pengerokan kulit untuk mengetahui jenis jamur
g) Apus Tzanck untuk mengetahui sel kulit yang mengalami pelepuhan (herpes zoster, varisela, herpes simpleks, pempigus)
h) Cahaya wood adalah sinar ultra violet untuk membedakan lesi epidermis dan lesi dermis serta hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.
i) Foto kulit untuk mengetahui sifat dan luasnya kelainan, untuk menentukan progresivitas/perbaikan setelah terapi

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan kenyamanan (nyeri, gatal)
Defenisi : Keadaan dimana individu mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dalam berespons terhadap suatu rangsangan yang berbahaya.
Batasan Mayor : Klien memperlihatkan atau melaporkan ketidaknyamanan
Batasan minor :
• Respons autonom pada nyeri akut
• Nadi meningkat
• Sikap / posisi berhati hati
• Raut wajah kesakitan
• Pruritis

Intervensi
1. Teliti keluhan nyeri tentang lokasi, intensitas khusus (skala 0-10). Catat faktor peningkatan nyeri. Beri lingkungan tenang
2. Dorong teknik relaksasi (bimbingan imajinasi, visualisasi) aktivitas hiburan (radio & TV)
3. Pertahankan perawatan kulit, dengan teknik septik aseptik
4. Kolaborasi untuk pemberian analgetik (memperidin)
Rasional
1. Nyeri sering menyebar terlokalisir menunjukan terjadinya abses (proses inflamasi) menunjukkan berat ringannya nyeri
2. Meningkatkan relaksasi dan memampukan klien untuk memfokuskan perhatian, dapat meningkatkan koping
3. Mencegah perluasan infeksi
4. Memperidin biasanya efektif untuk menghilangkan nyeri

Evaluasi
Nyeri berkurang / hilang (rasa nyaman terpenuhi)
a. Nadi normal
b. Aktifitas lancar
c. Raut wajah tenang




Facebook Twitter RSS